شكرا لكم أيها المعلم
Buya Amran A. Shamad al-Shufiy Rahimahullah (Guru Mantik, Nahu, dan Ushul Fikih penulis) pernah berujar: “Menuntut
ilmu itu bagaikan seorang yang sedang makan daging, apabila daging tersebut
dikunyah (dicerna) secara sempurna maka ia akan menyehatkan orang yang
memakannya (daging itu akan menjadi tambahan gizi untuk tubuhnya), namun
sebaliknya apabila kunyahnya tidak sempurna (alias belum lumat) maka akan
mendatangkan penyakit bagi orang yang memakannya (seperti sakit perut). Orang
yang menuntut ilmu tapi tidak paripurna maka apa yang ia tuntut hanya akan
menambah penyakit (keraguan dalam segala hal), oleh karena itu totallah dalam
menuntut ilmu!”.
Ustadz Muhammad Busra al-Syuja’i Rahimahullah (Guru Ushul Fikih, Balaghah, dan Mantik penulis) pernah berujar “Saya
sangat yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan sebesar apapun perjuangan
kita dalam menolong agama-Nya, termasuk belajar demi menegakkan agama Allah SWT.
Saya melihat binatang saja kalau kita bantu pasti akan membalas bantuan kita
dengan sesuatu yang lebih baik, seperti ayam yang kita bantu dengan memberinya
makan setiap hari, maka ia akan memberikan telurnya kepada kita. Apalagi Allah
SWT yang menyifati diri-Nya dengan “al-syakur” (Maha Berterima Kasih), maka pasti
Beliau akan lebih dari itu!”
Dalam sebuah nasehatnya, beliau pernah bercerita “Dulu, saat
masih duduk di bangku sekolahan, saya pernah direndam dalam kolam air pada
tengah malam buta oleh guru saya gara-gara tidak mengulang dan menghafalkan
pelajaran yang sudah diajarkan pada hari sebelumnya, akhirnya saya berfikir
adanya saya hari ini (alim dengan ilmu-ilmu agama) berkat didikan keras dari
guru saya yang memaksa saya untuk menjadi santri yang pandai (tapaso pandai)”.
Ustadz Anwar Jailani Rahimahullah
(Guru Tauhid dan Tashauf penulis) pernah berujar “Seorang yang tengah
melaksanakan sebuah kebaikan dalam melawan sifat ria yang tengah menggerogoti
hatinya sama halnya dengan seseorang yang tengah menjemur padi hasil panenannya
di tengah kerumunan ayam yang datang mengganggu (untuk memakan padi tersebut).
Maka dalam hal ini bukan padinya yang harus ditutup (dalam artian tidak jadi dijemur
karena banyaknya ayam), akan tetapi ayam-ayam pengganggu itulah yang seharusnya
diusir sehingga ia tidak bisa lagi memakan padi-padi tersebut. Relasinya adalah
tidak sepantasnya seseorang berhenti beramal karena takut dihinggapi penyakit
ria, akan tetapi penyakit ria itulah yang seharusnya ia usir dari hatinya dengan
mengikhlaskan niat amalan hanya karena Allah semata serta terus beribadah”.
Ustadz Maruzi al-Shufiy Rahimahullah (Guru Tashauf penulis) pernah berujar mengenai faedah doa dan
shalawat kepada Rasulullah SAW: “Seandainya kalian ditanya untuk apa kita
memperbanyak shalawat dan doa untuk Baginda Rasulullah SAW padahal beliau
adalah makhluk yang paling mulia bahkan dinobatkan oleh Allah SWT sebagai
kekasih-Nya, sehingga sebanyak apapun doa dan shalawat yang kita kirimkan akan
percuma dan tidak akan ada manfaatnya sama sekali?, maka suruhlah orang
tersebut untuk berfikir mengenai filosofi pengairan sawah! Seandainya ada
seseorang yang mempunyai sawah di tempat yang paling bawah dan pada saat yang
bersamaan persediaan air sawah tersebut agak menipis, maka satu-satunya jalan
yang pasti dan harus ia lakukan adalah dengan melihat sumber air pada sawah yang
terletak di bagian atas sawahnya, kemudian mengalirkannya ke sawah tersebut,
sehingga pada akhirnya air tersebut juga akan mengalir dan sampai ke sawahnya
yang berada di bawah. Karena tidak mungkin sawah dia yang berada dideretan
paling bawah akan dialiri air tanpa melalui sawah yang lebih tinggi terlebih
dahulu. Kaitannya adalah walaupun Nabi Muhammad SAW adalah manusia yang paling
mulia, terbebas dari dosa dan kesalahan, serta tidak membutuhkan doa serta
shalawat dari umatnya, namun bukan berarti pahala shalawat dan doa tersebut akan
sia-sia dan tidak berfaedah sama sekali. Karena pada hakikatnya pahala shalawat
dan doa tersebut pada akhirnya juga akan mengalir kepada orang yang berdoa dan
bershalawat tersebut. (Nabi diserupakan dengan sawah yang berada tepat di
pusat/sumber mata air, sementara manusia biasa dibaratkan sebagai sawah yang
berada di bagian bawah yang jauh dari sumber air, sementara itu air diumpamakan
sebagai doa dan shalawat yang dilantunkan oleh manusia).”
Ustadz Ali Mustafa Ya’kub Rahimahullah (Guru Hadist penulis) pernah berujar “Jangan sekali-kali kalian
berbohong dalam hal apapun, karena sekali berbohong maka kebohongan tersebut
pasti akan melahirkan kebohongan-kebohongan lain yang lebih banyak lagi.
Bersikap amanahlah dalam setiap apa yang kalian lakukan, baik dalam hal belajar
(menulis makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan segala jenis tulisan),
keseharian, apalagi kalau ditunjuk menjadi seorang pemimpin, karena orang yang
tidak amanah tidak akan diberkahi ilmu dan kehidupannya. Cobalah kalian tandai
dari sekarang teman-teman kalian yang tidak amanah dengan mereka yang amanah,
bagaimana nasib mereka 20 tahun yang akan datang.! Jangan manja serta
sederhanalah dalam proses menuntut ilmu, jangan boros dan terlalu royal dalam
kehidupan, karena saya melihat kebanyakan mereka yang berhasil itu adalah
mereka berani menghadapi tantangan sulitnya kehidupan serta berasal dari
keluarga yang kurang mampu”.
Ustadz Syamsu Kamal Rahimahullah (alm)
seorang guru Tashauf dan Nahu penulis pernah berujar sebelum mengajarkan kitab
Hikam karya Syekh ‘Athaillah al-Sakandary “Saya ini seorang preman yang
tidak layak dan pantas mengajarkan kitab ini kepada kalian” (padahal beliau
dikenal sebagai ustadz yang alim dan rajin ibadah).
Ustadz ‘Irfan Said Rahimahullah (Guru
Tashauf penulis) pernah berujar: “Jangan sekali-kali kalian berjalan di
belakang perempuan, karena terlihat sombong oleh mereka jauh lebih baik bagi
kalian ketimbang berjalan dengan membuntuti perempuan. Apabila kalian suka dan
ingin menikahi seorang perempuan maka dekatilah orangtuanya, jangan langsung
perempuannya!”
Ustadzah Syukriati Rahimahallah (Guru
Tahfizh penulis) pernah bercerita bahwa beliau berhasil mengatamkan hafalan
al-Qurannya selama berada di pondok pesantren (MTI Canduang) serta bisa
membalas budi baik dan jasa-jasa orangtuanya dengan modal hafalan al-Qur’an
tersebut.
Ustadzah Ramainas Rahimahallah (Guru
Fikih dan Balaghah penulis) pernah bernasehat “Harapan
ibuk sangat tertumpah pada ananda Yunal untuk Islam di Minangkabau, jangan
kecewakan harapan tanah bundo nanda!.
Ustadz Suhaimi Rahimahullah
(Guru Fikih penulis) pernah berujar “solok Muaro Labuah, urang lalok injan
digaduah!”
Ustadz Andi Rahman Rahimahullah (Guru
Hadist dan Kritik Matan Hadist penulis) pernah berujar: “Janganlah kalian
jadi orang kebanyakan, namun jadilah orang yang di atas rata-rata!
Ustadz Arrazy Hasyim Rahimahullah (Guru
Ulumul Hadist, Hadist, dan Tashauf penulis) pernah berujar “Apabila kalian
tengah dilanda kegelisahan dan berbagai penyakit hati, maka satu-satunya obat
yang bisa mengobatinya hanyalah dengan memperbanyak zikir (ingat) kepada Allah
SWT”.
Note : Untaian kata-kata mutiara di atas hanyalah sekelumit dari
nasehat-nasehat yang pernah disampaikan oleh guru-guru penulis baik secara
pribadi ataupun bersama teman-teman yang lain. Masih banyak nasehat-nasehat
lain dari guru-guru penulis yang tidak sempat dituliskan di sini, InsyaAllah
pada edisi selanjutnya. Ungkapan mereka penulis sarikan dalam bentuk makna (al-riwayah
bi al-makna). Allahumma Ifhfirlahum Jami’an..!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon kritik dan sarannya.!