Nama Buku : Kembang Setaman Perkawinan
Pengarang : Forum Kajian Kitab Kuning/ FK3.
Penerbit : Buku Kompas
Tebal Buku : XXII + 336 Halaman
Harga Buku : 47.000
Jumlah Halaman : 336 Halaman
Pengarang : Forum Kajian Kitab Kuning/ FK3.
Penerbit : Buku Kompas
Tebal Buku : XXII + 336 Halaman
Harga Buku : 47.000
Jumlah Halaman : 336 Halaman
Buku yang berjudul Kembang Setaman Perkawinan ini merupakan buku kritikan dan analisis kritis terhadap kitab U’qud al-Lujain karya Syekh Nawawi al-Bantani, seorang ulama asli Banten yang lama bermukim di Mekkah al-Mukarramah. Buku ini terbit pertama kali pada tahun 2005 buah karya tim FK3 (Forom Kajian Kitab Kuning). Buku ini juga secara detail mengkritik setiap bagian dari kitab tersebut, kemudian memberikan sanggahan sekenanya terkait dengan dalil ataupun istidlal dari syekh yang sangat produktif itu. Namun walaupun demikian tetap saja antara kritikan dengan apa yang ditulis oleh Syekh Nawawi dalam kitab beliau tersebut perlu kita sikapi secara proporsional, agar tidak terjadi pemaksaan dan dominanisasi epistimologis antara keduanya yang akan membawa kita bersikap tidak adil terhadap keduanya.
Ditinjau dari sisi historisnya, kitab U’qud al-Lujain ditulis oleh Syekh Nawawi al-Bantani sekitar tahun 18-an, yaitu pada zaman dimana perkembangan ilmu dan teknologi belum secanggih dan semaju sekarang. Jadi wajar kiranya dalam beberapa pandangannya, beliau dikategorikan sebagai ulama yang tradisionalis, sufistis, dan asketis. Hal itu terlihat dan tersebar dari karya-karya beliau yang cendrung “mendewakan” tradisi masa lalu dengan mengadobsi dan menginventarisir sebagian besar pendapat-pendapat pendahulunya dari kalangan Syafi’iyyah serupa Ibnu Hajar al-Haitami, Imam Ramli, Imam al-Ghazali, Syekh al-Syarqawi dan lain-lain tanpa berdialektika dengan kekinian dan kedisinian beliau selaku orang Indonesia. Hal ini dijabarkan secara komprehensif oleh tim penulis FK3 pada bab 2 dari buku tersebut.
Sementara itu pandangan yang serupa juga dilontarkan oleh Quraisy Shihab dalam pengantarnya terhadap buku tersebut. Beliau menjelaskan bahwa tidak dapat dipungkiri adanya bias di kalangan kaum muslimin (baik ulama maupun bukan) dan juga di kalangan non muslim menyangkut perempuan. Hal itu menurut beliau sebagiannya terlahir dari pemahaman yang keliru terhadap kandungan teks keagamaan, sehingga sikap objektif serta pemahaman ajaran agama secara benar dan komprehensif sangat diperlukan dalam bahasan ini. Sudah saatnya sisi rasionalitas yang berdasarkan nash diaplikasikan dalam memahami berbagai macam problematika keagamaan, khususnya di zaman ilmu dan teknologi sekarang ini.
Satu kritikan Quraisy Shihab yang cukup kreatif menurut penulis terhadap buku tersebut adalah ungkapan beliau yang hendak menyindir sikap sebagian ulama ataupun cendikiawan yang terlalu menggebu-gebu untuk menampik bias atau meluruskan kekeliruan, kesalahpahaman, dan pengalaman umat tentang ajaran agama. Mereka beralih dari satu kesalahan ke kesalahan yang lain dan berpindah dari satu ekstrem ke ekstrem yang lain. Salah satu contoh yang beliau sebutkan adalah sikap pembaharu Muhammad Abduh yang menentang sikap taklid buta sebagian umat Islam dengan caranya yang terlalu menggebu-gebu dan cendrung radikal dengan menolak taklid secara mutlak, menyejajarkan akal dengan wahyu serta mempersempit wilayah supra rasional/ghaib kalau enggan berkata meniadakannya dari ajaran Islam.
Kritikan serupa juga dilayangkan Quraisy terhadap buku yang beliau beri kata pengantar tersebut, yaitu sikap sebagian aktivis gender/perempuan yang terlalu over dalam menentang ketidakadilan gender perspektif sebagian ulama Islam klasik serupa Syekh Nawawi. Bahkan mereka dengan beraninya memberikan interpretasi yang sangat jauh berbeda dengan pesan ayat atau hadis nabi SAW untuk memperkuat asumsi mereka. Seperti argumen untuk “mengharamkan” poligami dengan potongan pertama dari ayat 129 surat al-Nisa’ (wa lan tastathiu’) yang menggambarkan tidak mungkinnya seorang laki-laki berlaku adil terhadap istri-istrinya dengan mengabaikan lanjutan ayat tersebut (Falaa tamiilu ) yang menjelaskan pengertian adil pada penggalan pertama dari ayat itu.
Dan masih banyak lagi sisi-sisi positif maupun negatif yang terdapat dalam buku karya FK3 ini. Diantaranya bab pendahuluan yang berisi perlunya kajian ulang terhadap kitab U’qud al-Lujain, kemudian pada bab 2 dan 3-nya dijelaskan secara runtut jejak sejarah kehidupan Syekh Nawawi berikut studi pemikiran beliau, dan yang terakhir paradigma para penulis FK3 terhadap kandungan Kitab U’qud al-Lujain ditinjau dari berbagai aspeknya. Terakhir, pesan yang dapat penulis tangkap dari buku tersebut adalah stimulan agar tidak terlalu tekstual dalam memahami nash syariat sehingga memunculkan pandangan-pandangan yang kaku dan kurang humanis dan di waktu yang bersamaan juga tidak terlalu kontekstual sehingga mengorbankan kesakralan agama demi mengunggulkan hawa nafsu semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon kritik dan sarannya.!