Tulisan ini hanyalah ekpresi sesaat usai menonton film “Habibie
& Ainun” yang beberapa minggu belakangan ini marak diputar di
bioskop-bioskop tanah air. Film tersebut diangkat berdasarkan kisah nyata
kehidupan mantan presiden RI yang ke-3 bersama istri tercintanya yang bernama
Ainun B.J Habibie. Sementara setingan filmnya sendiri mengikuti alur biografi
yang ditulis sendiri oleh Habibie dalam novel karyanya yang berjudul Habibie
& Ainun.
Sebagai sebuah karya sastra, tentu film yang satu ini memiliki
kelebihan dan kekurangan tersendiri, apalagi film tersebut merefleksikan kisah
nyata seorang tokoh besar yang pernah menjadi orang nomor satu di Indonesia
beberapa tahun yang lalu. Namun, a’la kulli hal, penulis pribadi menilai
film tersebut layak untuk dipertontonkan dan mengandung beberapa pelajaran yang
bisa dipetik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
B.J Habibie, ya itulah nama tokoh besar itu. Seorang yang berotak
jenius yang sempat menempuh pendidikan magister dan doctoral di bidang
teknologi selama beberapa tahun di German pada masa mudanya. Berkat kerja keras
dan keuletannya sebagai seorang yang haus akan ilmu pengetahuan, akhirnya ia
berhasil mempersembahkan sebuah prestasi yang sangat mengangumkan untuk bangsa
ini. Walau disela-sela perjuangannya dalam menuntut ilmu, ia dihadang oleh
penyakit tahunan yang membuat dia harus bergantung kepada obat-obatan selama
hidupnya.
Namun semua itu tidak menyurutkan semangatnya dalam meraih
cita-cita besarnya menjadi seorang teksnisi dan disainer pesawat terbang. Yang
menarik dari cita-cita si Otak Cerdas ini adalah rasa nasionalismenya yang
tinggi terhadap bangsa Indonesia. Hal itu terbukti dari sebuah alunan kata-kata
yang sempat terbersit dari mulutnya bahwa apa yang dia pelajari di Negara
German itu nanti akan dia abdikan untuk bangsa Indonesia sebagai Negara tempat kelahirannya.
Hal ini patut dicontoh dan diteladani oleh anak-anak muda bangsa ini.
Harapan besar pengabdian tersebut baru terlaksana setelah beberapa
tahun kemudian. Yaitu setelah dia menikah dan menamatnya program s-3-nya di
salah satu universitas ternama di Negara German. Selang waktu yang lumayan lama
itu disebabkan karena kurangnya perhatian dan respon dari pemerintah Indonesia
terhadap permintaaan yang ia layangkan kepada mereka pasca tamat dari program
doktoralnya. Dia sempat mengabdikan ilmunya untuk Negara German selama beberapa
saat setelah akhirnya Negara Indonesia meminangnya secara resmi untuk tinggal
dan mengabdi untuk Negara tersebut.
Dari kutipan singkat ini dapat diambil pelajaran bahwa ketika ilmu telah
dikuasai maka tidak usah cemas untuk memikirkan masa depan dan prospek dari
ilmu tersebut, karena tidak akan mungkin seseorang yang mempunyai SDM yang
tinggi akan disia-siakan oleh orang lain. Apalagi agama telah memberi jaminan
bahwa derjat seorang yang berilmu itu pasti akan diangkat serta ditinggikan
dari mereka yang tidak mempunyai ilmu sama sekali. Dan kisah Habibie ini
sebagai bukti nyata janji tersebut.
Kemudian, ditilik dari kisah cinta seorang Habibie, maka penulis
pribadi menilai bahwa ada sebagiannya yang layak untuk dicontoh dan ada yang
tidak karena kurang sesuai dengan tradisi budaya bangsa dan norma agama Islam
yang mengedepankan kesucian dan ketaatan terhadap perintah-perintah Tuhan. Hal
ini terlepas dari subjektivitas opini yang penulis lontarkan, karena penulis
yakin orang lain mungkin akan menilainya berbeda dengan apa yang penulis
tamgkap.
Pertama, dalam film tersebut dikisahkan bahwa Habibie telah mengenal Ainun
sejak masa mudanya, yaitu pada saat menempuh pendidikan menengah atas di
kampungnya. Keduanya merupakan bintang kelas yang dipuji oleh guru-gurunya,
namun penulisng pada saat itu Habibie hanya melihat Ainun sebagai perempuan
biasa yang tidak cocok dengannya. Bahkan dia mengejeknya dengan panggilan yang
sebenarnya bisa membuat hati sakit karenanya.
Akan tetapi kalau memang sudah menjadi sebuah suratan takdir, maka
apapun bisa terjadi. Seorang yang dibenci sekalipun kalau memang takdir sudah
ditetapkan maka ia akan menjadi orang yang paling disenangi pada akhirnya.
Seorang yang jelek sekalipun kalau memang itu sudah menjadi jodohnya maka akan
terlihat anggun dan cantik pada waktunya. Jadi jangan pernah mengejek orang
lain karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada masa depan.
Kedua, pertemuan keduanya baru intens setelah kembalinya Habibie dari
German dan tamatnya Ainun dalam menempuh pendidikan dokternya. Habibie yang
awalnya melihat sosok seorang Ainun sebagai seorang perempuan yang jelek dan
tidak ada apa-apanya berubah menjadi rasa cinta yang mempertautkan hati keduanya
untuk menempuh masa depan dalam ikatan suami istri dan hal itu terwujud
beberapa saat setelah itu.
Namun dalam perjalanan menjelang pernikahan hubungan keduanya
seolah-olah tidak mengambarkan budaya seorang muslim yang takut terhadap
tuhannya (Sekali lagi ini hanyalah sudut pandang subjektif penulis dan silahkan
anda untuk berpandangan lain). Penulis memahami bahwa muda-mudi yang sedang
kasmaran pasti akan melakukan apapun untuk mengekspresikan rasa cintanya, namun
hal itu tidak bebas dalam artian harus sesuai dengan rambu-rambu agama yang
sangat mengedepankan kesucian sebuah hubungan cinta. Dan Habibie dalam hal ini
agak kurang berhasil menurut penulis.
Ketiga, pasca menikah keduanya memutuskan untuk tinggal dan menetap di
German, karena Habibie berencana untuk melanjutkan pendidikan doktoralnya di
Negara tersebut. Nah dalam hal ini terdapat sebuah nilai dan spirit pengorbanan
atas nama cinta. Sebagaimana yang diketahui bahwa Ainun sangat bercita-cita
untuk bisa menjadi seorang dokter spesialis yang bisa mengabdikan ilmu dan
dirinya buat mereka yang membutuhkan. Namun semua cita-citanya harus ia tunda
karena harus menemani suaminya dalam menuntut ilmu pengetahuan.
Penggalan kisah ini menurut penulis tidak harus dipahami sebagai superioritas
seorang laki-laki atas perempuan dalam keluarga. karena seolah-olah apa yang
diinginkan suami harus didahulukan dari kepentingan istri. Namun hal itu lebih
kepada kesetian cinta yang bermuara kepada ketulusan dan keikhlasan hati yang
mengiringinya. Jadi dalam hal ini tidak ada pemaksaan sama sekali dari Habibie.
Semuanya berjalan atas nama cinta, karena memang bak kata orang bahwa cinta itu
pasti menghendaki pengorbanan dan hal itu terbukti dalam kisah di atas.
Keempat, dalam kisah tersebut juga digambarkan betapa sulitnya perjuangan
suami istri itu dalam menempuh bahtera rumah tangga. Mereka harus dihadapkan
dengan kesulitan dalam hal ekonomi yang merupakan cobaan dan tantangan umum
kebanyakan keluarga baru yang ada. Bahkan klimaksnya Ainun berencana untuk
pulang ke Indonesia untuk mengurangi beban sang suami. Namun berkat adanya
komunikasi dan saling pengertian, keduanya bisa menghadapi rintangan tersebut
dengan baik.
Kelima, kesuksesan seorang suami sedikit banyaknya pasti dipengaruhi oleh
dukungan dan spirit dari seorang istri. Dalam kisah Habibie dan Ainun, hal itu
sangat dominan dan jelas sekali. Keberhasilan Habibie dalam mendapatkan
kepercayaan ilmiah dari guru-guru besar teknologi pesawat terbang German dengan
teori keretakan sayap pesawat terbang yang ia temukan adalah hasil pompaan
semangat dan spirit dari sang istri tercinta. Hal itu mengandung arti bahwa
jangan pernah meremehkan peranan orang lain terhadap kita walau sekecil apapun
itu.
Begitu juga sebaliknya, setelah memenuhi kewajibannya sebagai
seorang istri, Habibie juga mendukung rencana istrinya untuk kembali konsen
dalam cita-cita awalnya, yaitu menjadi seorang dokter yang berjasa buat orang
lain. Rencana tersebut didukung secara penuh dan serius oleh Habibie dengan
mengizinkannya melanjutkan pendidikan dokter di Negara tersebut. Hal ini sekali
lagi mengandung makna bahwa sikap saling pengertian dan harga-menghargai sangat
urgen dalam sebuah hubungan cinta.
Keenam, sekembalinya Habibie dan Ainun dari German, secara berturut-turut
Habibie memperoleh prestasi yang sangat gemilang sekaligus tantangan baru dalam
kehidupan rumah tangga mereka. Prestasi tersebut berupa keberhasilan dia
mengabdikan ilmunya untuk bangsa Indonesia dengan munculnya sebuah pesawat
terbang asli buatan tangan anak muda bangsa pada tahun 1995. Prestasi tersebut
mendapat penghargaan dari seluruh rakyat Indonesia dan juga presiden Soeharto
pada saat itu. Bahkan penerbangan perdana pesawat tersebut langsung disaksikan
oleh sang presiden.
Akibat keberhasilan tersebut Habibie mendapat tawaran dari beberapa
perusahaan swasta yang sangat membutuhkan SDM seperti yang dia miliki. Bahkan
mereka tidak segan-segan memberikan sejumlah dana guna menarik hati si Otak
Cerdas itu supaya mau bergabung dengan perusahaan mereka. Namun berkat
keyakinan dan kesetiannya dalam mengabdi terhadap bangsa, semuanya dia tolak
walau kridibelitas dan nyawanya menjadi tarohan semua itu.
Dalam hal tersebut peranan Ainun juga tidak bisa dinegasikan begitu
saja, berkat saran dan keqana’ahannya sebagai seorang istri, Habibie selamat
dari jebakan dan ujian profesionalitas kerja dan pengabdian dengan menolak
sogokan dari beberapa perusahaan industri yang menghalalkan segala cara demi
mendapatkan nama baik perusahaannya. Hal itu sekali lagi bisa dihadapi dengan
tegar oleh Habibie-Ainun berkat adanya kesamaan visi dan misi kehidupan di
antara mereka berdua untuk mengikhlaskan ilmu hanya untuk bangsa dan ilmu itu
sendiri.
Setelah itu prestasi demi prestasi kembali diperoleh oleh Habibie
dengan diangkatnya dia menjadi salah seorang menteri dalam kabinet pemerintahan
presiden Soeharto pada saat itu. Bahkan puncaknya menjadi presiden RI pasca
lensernya Soeharto akibat berbagai tekanan dan krisis yang dihadapi oleh
pemerintahannya di penghujung tahun 1997 silam. Vase itu menjadi babak baru
dalam kehidupan bangsa Indonesia dan juga Habibie yang berlatarbelakang seorang
disainer pesawat terbang tersebut.
Selama menjalani profesi barunya sebagai presiden, tidak sedikit
cobaan dan rintangan yang menghampiri rumah tangga sang ilmuan. Mulai dari
fitnah yang merusak citranya sebagai seorang presiden, arus politik tidak sehat
yang mencoba untuk menggulingkannya dari tahta kepresidenan, sekaligus deraan
penyakit yang menimpa istri tercinta menambah rumit persoalan. Namun sekali
lagi berkat pengorbanan cinta dan ketulusan semuanya dijalani dengan baik oleh
pasangan Habibie dan Ainun sampai pada akhirnya Habibie berhenti dari jabatan
presiden yang ia sandang.
Klimak dari kisah panjang perjalanan hidup seorang Habibie adalah
masa-masa sulit perjuangan cinta keduanya, berupa memburuknya kondisi kesehatan
sang Istri beberapa tahun pasca lensernya Habibie dari tampuk kepresidenan.
Habibie memfokuskan dirinya untuk menperjuangkan kesembuhan sang istri dengan
membawanya berobat ke German serta menjalani seluruh teknologi kedokteran yang
ada demi menyelamatkan nyawa sang belahan jiwa.
Menariknya, di tengah-tengah kondisinya yang sangat lemah, Ainun
masih saja ingat dan memperhatian kesehatan suami pilihannya tersebut. Bahkan
sebelum dirinya dirawat di Rumah Sakit, tak lupa Ainun menyiapkan obat sang
suami yang memang sangat bergantung kepada obat-obatan karena penyakit yang
dideritanya. Sungguh sebuah cerita cinta yang sangat menarik dan menguras air
mata. Namun apa hendak dikata, sekuat apapun perjuangan dan usaha manusia,
takdir Tuhan jualah yang harus berlaku. Akhirnya Ainun dipanggil oleh yang Maha
Kuasa pada tahun 2010 yang lalu.
Berakhir
sudah sebuah kisah cinta yang sangat agung sekaligus mengharukan antara dua
anak manusia Habibie dan Ainun. Semoga kisah tersebut bisa mengilhami anak-anak
bangsa akan pentingnya prestasi dalam kehidupan, baik prestasi di bidang
akademik berupa prestasi yang membuahkan prestise dan juga prestasi cinta yang
membuahkan kesetian, pengorbanan, dan tentunya keredaan Tuhan yang Maha Esa.
Apa artinya kesuksesan tanpa diiringi oleh cinta kasih Tuhan dan keredaan
manusia itu. Sekian.!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon kritik dan sarannya.!