Carut marut dunia perpolitikan Indonesia akhir-akhir ini telah
membawa dampak yang serius terhadap masa depan bangsa. Hilangnya budaya malu serta
maraknya kasus-kasus korupsi di kalangan sebagian elit-elit pemerintahan juga
kian memperparah hal tersebut. Sehingga munculnya krisis idenditas serta
lenyapnya keteladan di Negara yang berasaskan Pancasila ini tidak dapat
terelakkan.
Di usianya yang tidak muda lagi -67 tahun-, Indonesia seharusnya
mampu meredam hal-hal tersebut. Idealisme kehidupan menghendaki bahwa semakin
bertambah umur seseorang, maka semakin dewasalah ia dalam hal berfikir dan
menghadapi segala problematika kehidupan. Hal senada juga ditemukan dalam
doktrin agama Islam yang menyerukan sebaik-baik manusia adalah mereka yang panjang
umurnya dan baik amalnya.
Namun prinsip hidup seperti demikian belum terealisasi secara utuh
dan sempurna di Negara ini, khususnya di kalangan generasi mudanya. Karakter
bangsa yang seharusnya melekat erat dalam jiwa-jiwa anak bangsa sebagai warisan
nenek moyang, kian hari kian menipis dan bahkan cendrung hilang sama sekali.
Hal inilah yang penulis sebut dengan krisis keteladanan yang pada dasarnya
tengah melanda hampir seluruh lapisan masyarakat nusantara.
Lenyapnya keteladan sekali lagi telah berdampak terhadap munculnya
dekadensi moral dan kepribadian generasi muda bangsa ini. Banyaknya kasus-kasus
tawuran antar siswa serta rendahnya budaya jujur di kalangan mereka merupakan
dampak kongkrit dari hal di atas. Apabila kondisi ini terus berlanjut, maka
hampir dapat dipastikan erosi peradaban serta keterputusan pewarisan kebudayaan
besar-besaran dari kaum tua kepada generasi muda akan segera terjadi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan Indonesia hari ini tidak lepas
dari campur tangan generasi muda sebelumnya. Lahirnya sumpah pemuda pada
tanggal 28 Oktober 1928 silam menjadi bukti nyata akan hal tersebut. Prinsip
persatuan dan adanya dialektika yang intens antara kaum muda dan kaum tuanya
telah melahirkan kekuatan besar guna merebut kemerdekaan Indonesia.
Pertanyaan besar yang mungkin bisa dimunculkan di sini adalah apa faktor
yang melatarbelakangi perbedaan kaum muda hari ini dengan kaum muda dahulu?
Kenapa mereka bisa menjadi subjek perubahan yang bisa menghasilkan sesuatu yang
luar biasa, sedangkan pemuda hari ini hanya bisa menjadi objek perubahan? Hal
ini sangat urgen dalam rangka menjawab krisis yang sudah mengglobal di atas.
Setidaknya ada dua indikator yang menyebabkan hal tersebut. Pertama,
tidak sempurnanya proses transformasi –pewarisan- dan sosialisasi
kebudayaan dari kaum tua kepada generasi muda. Kedua, merosotnya
pengaruh agama terhadap jiwa generasi muda hari ini yang disebabkan oleh
kurangnya kontrol sosial dari orangtua, masyarakat, serta pranata sosial yang
melingkupi mereka.
Sehingga satu-satunya upaya yang dapat dilakukan guna mengatasi
problem di atas hanyalah dengan memperkuat komunikasi dan sosialisasi
kebudayaan antara tiga pilar peradaban yang ada, yaitu keluarga, masyarakat,
dan pemerintah. Dengan adanya sinergi dari ketiga unsur tersebut diharapkan
dapat mengembalikan keteladan yang sudah menjadi sesuatu yang sangat langka
dewasa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon kritik dan sarannya.!