Pagi itu selepas halaqah fajriah di Pesantren Darussunnah Jakarta,
seorang teman bertanya kepada saya “Nal, gimana sih pendapat antum tentang
gaya para wanita yang menamakan diri mereka dengan wanita akhwat sekarang itu.?
Mereka berpakaian serba dalam, mulai dari
jilbab panjang nan lebar bak mukena orang yang sedang shalat, begitu
juga dengan baju dan rok mereka yang tak kalah panjang dan lebarnya dari jilbab
mereka.? Saya pribadi merasa agak gimanaa gitu kalau ketemu sama perempuan
seperti itu. Bukannya Islam itu memerintahkan umatnya berpakaian selain untuk menutup aurat, tapi juga untuk keindahan.? Saya melihat bahwa gaya berpakaian
seperti itu tidak mencerminkan keindahan sedikitpun.” kata teman tersebut.
Sambil tersenyum kecil dan sedikit canda saya menjawab pertanyaan tersebut
dengan sebuah pertanyaan balik “emang salah ya gaya berpakaian seperti
itu,he.?
Terus terang, pertanyaan seperti ini sering menggelitik saya
manakala berbincang dengan teman kampus ataupun di pondok bersama para guru dan
ustadz di sana. Pertanyaan yang sering dilontarkan oleh mereka dalam hal ini
hanya satu, yaitu apakah Islam sampai segitunya dalam mengatur gaya berpakaian,
sehingga menghilangkan nilai-nilai estetika dan kebudayaan local masyarakat
tertentu.? Kalau demikian halnya maka wajarkah sebagian orang-orang sekuler itu
bilang bahwa Islam adalah agama “penjajah” kebudayaan.?
Bagi mereka yang belum bisa membedakan antara Islam dan kebudayaan,
maka jangan harap dia akan bisa menjawab pertanyaan di atas. Karena pengetahuan
yang mendalam mengenai batas-batas budaya dengan agama merupakan kunci dari
persoalan tersebut. Mengenai pakaian misalnya, Islam tidak menjelaskan model
pakaian yang dianggap Islami secara pasti, baik dalam al-Qur’an maupun
al-Hadis. Yang ada cuman standar umum yang mengharuskan pakaian tersebut
menutupi seluruh aurat, tidak transparan, tidak ketat (untuk perempuan), dan
tidak menimbulkan fitnah di tengah-tengah masyarakat di mana yang bersangkutan
berada. Apabila keempat standar ini telah terpenuhi, maka secara otomatis
pakaian seseorang itu telah dianggap islami serta sesuai dengan tuntunan Allah
dan RasulNya.
Nah sekarang bagaimana dengan pakaian teman-teman yang menamakan
diri mereka dengan akhwat tersebut.? Mestikah semua kaum muslimah
berpakai seperti itu.? Jawabannya kita kembalikan kepada standar di atas yaitu menutup
seluruh aurat, tidak transparan, tidak ketat, dan tidak mengakibatkan timbulnya
fitnah di tengah-tengah masyarakat. Kalau dilihat dari 3 standar awal,
nampaknya pakaian seperti telah memenuhi kriteria dan bahkan kalau bisa
dibahasakan “sangat-sangat memenuhi criteria”. Namun di sana ada poin keempat
yang sering kali dilupakan oleh sebagian mereka. Yaitu tidak menimbulkan fitnah
di tengah-tengah masyarakat. Poin ini sangat penting dan memerlukan penjelasan.
Ketika di sebuah masyarakat telah ditetapkan gaya berpakaian
tertentu baik untuk laki-laki maupun untuk perempuannya, maka selama ketetapan
(atau disebut juga dengan adat istiadat/tradisi) itu diredhoi oleh syara’ (dalam
arti kata tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ataupun kaedah-kaedah dasar
yang berlaku dalam agama Islam), maka kita sebagai warga masyarakat tersebut
harus mengikuti tradisi dan adat tersebut. Karena akan mengundang fitnah dan
pergunjingan di kalangan masyarakat awam yang tidak terlalu paham dengan agama
andaikata kita berpakaian dengan pakaian yang di luar tradisi mereka. Oleh
sebab itu tatacara berpakaian tidak bisa menurut kehendak pribadi kita saja,
walaupun syara’ membenarkannya.
Pada dasarnya saya pribadi merasa nyaman dan senang manakala kaum
muslimah yang ada di Indonesia khususnya ataupun di dunia pada umumnya berpakai
seperti itu (sebut akhwat). Karena menurut standar saya itu adalah bagus dan
sah-sah saja. Tapi kita harus ingat juga bahwa kita hidup dalam komunitas yang
tidak satu. Di sana ada orang berilmu, disana ada orang yang ilmunya
setengah-setengah mengenai agama, dan di sana juga ada orang awam yang tidak
mengetahui apa-apa selain hal yang mereka dapatkan dari orangtua mereka
sebelumnya. Oleh sebab itu 2 hal penting yang harus diperhatikan dalam hal
berpakaian (khususnya buat teman-teman yang menamakan dirinya sebagai akhwat
dan umat islam pada umumnya/baik laki-laki maupun perempuan) adalah pertanyaan satu,
sudahkah pakaian saya sesuai dengan syariat Islam dan yang kedua, apakah
pakaian saya ini mengundang fitnah di tengah masyarakat atau bagaimana.?
Kemudian persoalan lain yang sering muncul berkenaan dengan status
akhwat di atas adalah sering terjadi pengklaiman sepihak oleh sebagian para
akhwat tersebut bahwa perempuan yang paling baik dan sempurna islamnya itu
hanyalah mereka yang berpakaian seperti itu saja. Nah keyakinan seperti inilah
yang mendorong sebagian mereka untuk tidak mau bergaul dengan
perempuan-perempuan lain yang tidak berpakaian seperti apa yang mereka pakai.
Mungkin perkiraan itu masih bisa dianggap benar manakala perempuan bersangkutan
tidak menutup aurat misalnya, memakai pakaian yang ketat serta transparan dan pakaian
lain yang tidak melambangkan keislaman. Namun bagaimana dengan perempuan yang pakaian
mereka telah memenuhi kriteria berpakaian Islami, tapi sayang sedikit tidak
sedalam dan selebar pakaian para akhwat tersebut. Apakah wajar seorang akhwat
yang mengklaim dirinya telah menjalankan syariat lslam dengan sempurna
beranggapan seperti itu.??
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menghakimi pihak-pihak tertentu
atau membenarkan golongan lainnya. Namun dalam hal ini, saya mencoba untuk
meluruskan kesalahpahaman ataupun menyelesaikan benang kusut yang selama ini
tampak nyata di depan mata saya pribadi. Sehingga bagi mereka yang “ákhwat”
tidak menganggap hanya mereka sajalah umat Islam yang benar lantaran busana
yang mereka kenakan. Padahal unsur pakaian hanyalah salah satu di antara sekian
banyak poin-poin yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang muslim sejati, jadi
tidak dari segi berpakaian saja. Sebaliknya bagi mereka yang berpakaian
“standar” atau katakanlah “tidak islami-islami banget” juga tidak terlalu
menyudutkan teman-teman akhwat tersebut. Karena niat mereka dengan pakaian
seperti itu pada dasarnya adalah baik yaitu berusaha untuk mengamalkan syariat
Islam sesempurna mungkin, walaupun dalam prakteknya mungkin ada sebagiannya
yang keliru.
Dengan adanya saling pengertian seperti ini diharapkan kerenggangan
yang selama ini terjadi antara mereka (akwat dengan non akhwat) dapat
dihilangkan, karena kita semuanya adalah bersaudara dalam satu keluarga besar
yang bernama Islam. Manakala kita bersatu dalam segala hal, maka kuatlah Islam
dan begitu juga sebaliknya. Akhirnya saya ucapkan selamat bersatu..!!
Semoga bermanfaat..!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon kritik dan sarannya.!