Cerita Bahagia dari Seorang Teman
Dibalik kekecewaan teman-teman yang merasa dirugikan pada test hari pertama tersebut, ternyata tidak dengan seorang teman kami yang bernama Eka Saputra. Beliau adalah teman angkatan penulis yang kebetulan mengalami kebutaan semenjak berumur 4 bulan lantaran terserang penyakit campak yang telah merenggut penglihatannya. Namun dengan semangat yang tinggi dan cita-cita yang besar akhirnya Allah memberikan suatu keberuntungan kepada beliau. Pada saat mengikuti test pada hari pertama tersebut (kebetulan Eka ditemani oleh kawan penulis juga yang bernama Leo Surya Sarli), Eka mendapat keistimewaan dari para penguji yang kebetulan juga merangkap sebagai dosen-dosen al-Azhar itu. Ketika mengetahui bahwa Eka adalah seorang tunanetra, para penguji tersebut terlihat salut dan bangga dengan kondisi dan semangat seorang Eka. Meskipun dia tidak bisa melihat secara normal, akan tetapi dia mempunyai modal semangat dan keinginan yang tinggi untuk menuntut ilmu ke Al-Azhar Mesir. Suatu prestasi yang jarang dimiliki oleh orang lain yang senasib dengannya. Akhirnya lantaran hal itu, Eka tidak di test sebagaimana teman-teman yang lain, akan tetapi dia langsung dinyatakan lulus test setelah mengadakan sedikit irterview langsung dengan Syekh Yahya, Kedubes Mesir untuk Indonesia pada saat itu.
Hal demikian tak pelak membuat hati Eka sangat senang sekali, karena cita-citanya untuk melanjutkan pendidikan ke negeri Kinanah tersebut tidak beberapa lama lagi Insyallah akan terwujud. Teman-temanpun termasuk penulis sendiri merasa sangat bangga dan gembira sekali dengan keberhasilan teman kami itu, dan kami semuanya mengucapkan selamat kepada Eka atas keberhasilannya mengikuti test beasiswa Kedubes tersebut. Sebuah prestasi yang sangat luar biasa dari teman penulis yang sangat cerdas tersebut. Menurut kabar yang kami terima dari berbagai pihak, kalau seandainya Eka jadi diberangkatkan ke Mesir untuk kuliah di Azhar, maka beliau adalah tunanetra pertama dari Indonesia yang menorehkan prestasi bisa mengecap pendidikan di Universitas tertua di dunia tersebut. Namun pada akhirnya Eka sedikit mengalami kendala yaitu persoalan administrasi dan berkas-berkas pernyaratan pendaftaran, Eka tidak mempunyai ijazah aliyah negeri, dia hanya mempunyai ijazah tarbiyah/ pondok yang dilegalisir oleh pihak MTI Canduang. Sementara ijazah yang dikui oleh pihak Azhar untuk pendaftaran masuk kesana hanyalah ijazah negeri. Namun pada akhirnya Eka tetap berangkat walaupun menggunakan ijazah pondok tersebut.
Test Hari Kedua
Hari yang ditunggu, akhirnya datang juga. Hari perjuangan untuk mengikuti test beasiswa Kedubes akhirnya sebentar lagi akan penulis ikuti. Takut, cemas, degdegan bercampur jadi satu. Setelah makan pagi bersama, kemudian mandi, serta persiapan lainnya, tepat pada jam 8 pagi kamipun bertolak menuju Kedubes Mesir yang bertempat di kawasan Menteng Jakarta Pusat itu. Perjalanan kesana menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam saja. Jarak tempuh yang lumayan lama itu disebabkan oleh fenomena kemacetan yang sudah menjadi rahasia umum di kota Jakarta. Sehingga tak heran walau jarak yang dekat sekalipun bisa menghabiskan banyak waktu kalau di kota yang terkenal dengan nasi uduknya itu. Tepat pada jam 10, kamipun sampai di Kedubes. Terlihat begitu banyak orang yang seumuran penulis tengah berdiri disekitar ruangan tes guna untuk menunggu giliran test. Kami yang datang belakangan terpaksa harus menunggu lebih lama lagi, karena test tersebut dilaksanakan secara bergelombang. Satu gelombang hanya diperuntukkan untuk 40 sampai 50 orang saja. Sementara jumlah yang ikut test pada hari itu penulis perkirakan tak kurang dari 150 orang, sebuah angka yang lumayan besar.
Penulis bersama teman-teman yang dari Padang baru bisa mengikuti tes tulis pada jam setengah 12 siang. Kamipun dipersilahkan memasuki ruang ujian yang terdiri dari ruangan yang lumayan besar dengan meja seperti meja makan restoran yang berbentuk bundar. Penulis duduk dengan peserta lain yang berasal dari luar pulau Sumatera, penulis kurang begitu tahu mereka berasal dari mana, karena belum berta’aruf sebelumnya. Lembaran soal beserta jawabanpun dibagikan oleh para penguji yang terdiri dari orang-orang besar asli Mesir yang berpakaian jubah putih besar. Mereka mengintruksikan supaya kami membuat nama dan nomor ujian secara jelas dan teliti serta mengerjakan soal dengan cermat dan mandiri. Penulispun memulai test hari itu dengan membaca basmalah. Dengan hati-hati penulis baca soal tersebut satu persatu dengan tenang dan sedikit lamban supaya tidak ada satu soalpun yang keliru atau penulis salah pahami. Alhamdulillah soalnya tidak terlalu melenceng dari kisi-kisi yang telah disebarkan oleh panitia ujian. Kami diberi waktu selama 1 jam kurang lebih untuk menyelesaikan soal yang terdiri dari pilihan ganda dan essay itu. Tepat pada jam setengah satu siang seluruh soal itupun alhamdulillah dapat penulis selesaikan, walau dengan jawaban yang rada-rada gimanaaa gitu.he, tapi penulis tetap optimis untuk bisa lulus pada tes kali ini.
Setelah selesai, kamipun disuruh untuk segera meninggalkan ruangan test, karena ruangan tersebut akan dipersiapkan buat test tulis gelombang berikutnya. Test lisan rencananya akan langsung diadakan pada hari itu juga. Menurut informasi yang penulis dapatkan dari seorang teman, test tersebut akan dimulai tepat pada jam 1 siang. Mendengar info tersebut, penulis langsung bergerak menuju ruang mandi kedubes untuk berwudu’ dan melaksanakan shalat Zuhur bersama teman-teman. Tepat pada jam 1 siang kamipun beranjak keruangan test lisan yang terletak disebelah ruangan yang dipakai untuk ujian tulis tadi. Penulis berharap pelaksanaan test lisan pada hari ini tidak seperti hari sebelumnya yang seakan kacau dan tidak beraturan itu. Ternyata doa penulis didengar oleh Allah, pelaksanaan test siang itu cukup beraturan. Kami dipanggil secara satu persatu, kemudian diperintahkan untuk menemui penguji yang telah ditentukan buat masing-masing orang. Tidak lama menunggu, akhirnya nama penulispun dipanggil oleh salah seorang petugas, kemudian disuruh untuk memasuki ruangan test.
Dengan perasaan yang lumayan degdegan, penulis masuk menemui penguji yang telah ditentukan buat penulis. Seorang syekh yang berkulit hitam dan berbadan besar akhirnya menjadi penguji penulis. Awalnya dia bertanya tentang nama, kemudian asal penulis, serta sedikit basa basi lain yang membuat suasana agak nyantai dan cair. Setelah itu syekh yang bersangkutan menanya berapa hafalan penulis, secara reflek penulis langsung menjawab 4 juz saja. Karena menurut kabar yang penulis dapat dari teman yang sudah mengikuti tes, penguji tersebut akan mengetes hafalan sesuai dengan berapa yang kita sebutkan. Jadi karena hafalan dari juz 5 keatas belum penulis takrir pada hari itu, akhirnya penulis hanya mengatakan 4 juz saja. Ya terbukti syekh tersebut menguji penulis dengan soal yang diambilkan dari juz 3 yaitu surah al-Baqarah ayat 284 yang merupakan ayat terpanjang yang ada dalam al-Qur’an. Akhirnya berkat karunia Allah, penulis bisa menyelesaikan ayat tersebut dengan baik dan lancar, walau agak terhenti sedikit pada bagian akhirnya. Rupanya syekh itu hanya memberikan satu soal saja, setelah selesai membaca ayat tersebut, penulispun disuruh keluar dan berakhirlah test yang selama ini sangat kami takuti itu. Alhamdulillah…
Menurut informasi yang penulis dapat dari Kak Rezky Daswir yang selalu mendampingi kali selama test berlangsung, pengumuman kelulusan akan keluar sebulan setelah test ini. Pengumaman akan ditempel langsung di depan ruang Kedutaan atau lewat sms langsung ke nomor yang bersangkutan. Itulah informasi terakhir yang penulis dapatkan pada hari itu. Sehabis test yang lumayan melelahkan itu, penulis bersama teman-teman yang lain langsung pulang ke tempat penginapan kami di Ciputat. Pas menjelang maghrib kami sampai di rumah, kemudian langsung bersiap-siap untuk mandi dan shalat maghrib secara berjamaah. Setelah shalat kami berkumpul sebentar guna untuk memusyarahkan teknis kepulangan kembali ke Padang. Keputusan rapat tersebut adalah proses kepulanngan diserahkan kepada masing-masing kami. Teman yang dari MAPK menyerahkan kepada kami untuk pulang sesuai dengan keinginan masing-masing, karena ada sebagian dari mereka yang tidak langsung pulang ke Padang, melainkan mampir dulu ke rumah saudara dan lain sebagainya. Akhirnya penulis bersama teman-teman yang dari MTI, bermusyawarah secara pribadi dan memtuskan untuk langsung pulang pada hari Kamisnya. Berarti masih ada satu hari lagi kesempatan kami untuk melihat-lihat kota Jakarta yang baru pertama kalinya penulis datangi itu.he
Kesempatan satu hari tersebut penulis manfaatkan untuk berjalan-jalan ketempat senior penulis yang tengah menjalani study di UIN Syarif Hidayatullah dan Pesantren Luhur Ilmu Hadist Darussunnah yang tidak jauh dari tempat penginapan penulis bersama teman-teman. Siang itu secara kebetulan kami bertemu dengan Bg Zul A’shfi yang baru saja pulang dari kampus UIN. Sebelumnya penulis juga telah memberitahukan kedatangan kami ke Jakarta ini kepada beliau. Dan Bg Ashfi pun mengajak kami untuk mampir ke pondok tempat beliau belajar Ilmu hadist yaitu pesantren Darussunnah pimpinan Bapak Kiai Ali Mustafa Ya’qub yang terkenal itu. Namun ajakan itu baru dapat kami perkenankan pada hari ketiganya, karena pada hari kedua dan ketiga kami disibukkan dengan persiapan test Kedubes yang sangat menyita waktu dan perhatian itu. Kesempatan itu kami manfaatkan untuk mencai informasi sebanyak-banyaknya mengenai UIN dan Pesantren Darussunnah. Siapa tahu kalau-kalau kami gagal dalam test Kedubes itu, maka mungkin saja pesantren tersebut akan menjadi tempat belajar penulis pada beberapa tahun mendatang. Walau dalam kenyataannya memang pesantren itulah yang pada akhirnya menjadi tempat penulis untuk belajar dan menuntut ilmu, akan tetapi sebelum kesana, ikuti terus cerita petualangan ini sampai akhir yaa, dijamin asyik dan seru lho..hehe
Pada malam harinya kami juga bertemu dengan senior MTI yang bernama Bg Ahmad Syarif Hidayatullah yang juga tengah merampungkan pendidikannya di UIN dan Pesantren Darussunnah semester akhir. Penulis bersama Hengky diajak oleh beliau untuk keliling kesekitar komplek UIN yang lumayan luas dan besar. Beliau bercerita mengenai pengalamannya selama mengikuti pendidikan di kedua lembaga tersebut sambil makan bubur kacang hijau disalah satu kompleks yang tak jauh dari tempat penginapan kami. Pertemuan itupun berakhir sekitar jam 10 malam dan kamipun diantar pulang ke tempat penginapan dengan sebuah motor yang beliau kendarai dari Darussunnah. Tapi sebelumnya beliau sempat menahan kami agar tidak pulang langsung ke Padang, akan tetapi menetap dulu agak beberapa hari supaya bisa melihat keindahan dan beberapa tempat wisata di kota tersebut, namun kami terpaksa menolak tawaran tersebut berhubung ujian pondok yang sudah menunggu didepan mata. Kami khawatir kalau terlalu lama di Jakarta, akan ketinggalan ujian sementara persiapan ujian sedikitpun belum kami lakukan, karena sibuk dengan beban test Kedubes ini.
Kembali Ke Padang
Pada hari Kamis tanggal 14 Mei 2009, sesuai dengan jadwal yang telah kami putuskan bersama, akhirnya kami pulang ke Padang. Dengan diantar oleh Bang Ashfi ke depan halte UIN, kamipun memulai perjalanan pulang sembari berharap supaya Allah memberikan yang terbaik buat hidup dan pendidikan kami kedepannya. Sebenarnya Bang Ashfi juga menganjurkan kepada penulis pribadi untuk memikirkan ulang tentang rencana penulis untuk kuliah ke Azhar Mesir. Secara tidak langsung beliau lebih setuju kalau penulis melanjutkan pendidikan di UIN Syarif saja tempat beliau kuliah sekarang. Kemudian salah satu keuntungannya menurut beliau penulis juga bisa mengikuti dan masuk pesantren Darussunnah yang dari segi mutu tidak kalah dari Univ. al-Azhar Mesir. Karena disana menerapkan dan mengabungkan 2 system sekaligus, yaitu system pondok pesantren dengan turast dan kutubussittah sebagai objek kajian selama 4 tahun dan system perkuliahan yang dipakai diseluruh universitas yang ada di Indonesia yaitu berorientasi kepada kemajuan, berfikir cepat, dan aktif serta progresif inovatif. Sehingga penulis menurut beliau bisa mendapatkan keuntungan ganda, baik di UINnya maupun di Darussunnahnya. Akan tetapi tawaran beliau penulis terima dahulu, dan insyaAllah jadi pertimbangan penulis kedepan, karena penulis tidak bisa memutuskan secara sendiri tanpa bermusyawarah dulu dengan kedua orangtua penulis.
Setelah berpamitan dengan beliau akhirnya kami berangkat menuju Blok M dengan sebuah bus besar yang lumayan nyaman, kemudian dari Blok M kami disuruh untuk menaiki bus damri yang akan mengantarkan kami terus ke bandara Cengkareng Soekarno Hatta. Perjalanan itu kami tempuh dengan nyaman dan menyenangkan, karena pada saat itu beban pikiran tidak seberat pas waktu berangkat dari Padang. Karena pada saat itu kami dibayang-bayangi oleh phobia dengan test yang dilakukan secara instan dan sangat-sangat mendadak sekali. Namun walaupun demikian bayangan beban ujian akhir pondok juga sudah menunggu, namun semuanya kami jalani dengan penuh perjuangan. Yaa mudah-mudahan saja semuanya berakhir dengan indah “begitu kata kami dalam hati”. Akhirnya tepat pada jam 1 siang, pesawat yang akan membawa kami terbang ke Padangpun tiba, kami diminta untuk segera menaikinya dan beberapa saat kemudian pesawatpun take off menuju kota Padang tercinta. Begitulah perjalanan penulis saat mengikuti tes Kedubes. Setelah ini masih ada cerita panjang yang melelahkan yang sayang kalau dilewatkan. Selamat membaca…..!!!hehe
Masa-masa Penuh Perjuangan
Alhamdulillah, dengan rahmat Allah SWT akhirnya penulis dan 3 orang teman lainnya sampai di Padang dengan selamat tanpa kurang suatu apapun. Pengalaman selama 4 hari di Jakarta sangat berkesan sekali, terlebih perjalanan itu adalah perjalan perdana penulis ke ibukota Negara Indonesia tersebut. Sesampai di rumah penulis dijejali dengan puluhan pertanyaan dari abah, amak, dan keluarga dekat penulis lainnya mengenai pengalaman test yang menghabiskan waktu selama 3 hari itu. Jadilah penulis sebagai “narasumber sibuk” selama dua hari itu, melayani berbagai pertanyaan dari keluarga, tetangga, dan teman-teman penulis di MTI. Mereka semua mendoakan supaya penulis lulus dalam test tersebut sehingga bisa melanjutkan pendidikan ke universitas yang sangat terkenal itu. Penulispun hanya bisa mengamini seluruh doa mereka, sembari berharap bahwa Allah memberikan keputusan terbaik buat hidup dan masa depan penulis. Setelah 2 hari itu, penulis kembali disibukkan dengan jadwal ujian pondok yang semakin hari semakin mendekat. Jadwal ujian menurut info yang penulis peroleh dari teman waktu itu adalah pada hari Senin 18 Mei 2009. Artinya tinggal 2 atau 3 hari lagi persiapan harus telah full, karena ini menentukan nasib penulis setelah 7 tahun mengikuti pendidikan di MTI. Penulis berharap ujian kali dapat berjalan dengan lancar dan penulis bisa menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan oleh para ustadz dan ustadzah penulis. Amien..!!
Hari demi haripun bergulir dengan begitu cepatnya, tanpa terasa masa ujianpun berakhir. Penulis dengan teman-teman kelas sangat senang sekali, karena dengan berakhirnya ujian semakin dekat pulalah kami ke jenjang perkuliahan bagi mereka yang bermaksud untuk melanjutkan pendidikannya, dan jenjang pelaminan bagi mereka yang ingin segera mengakhiri masa lajangnya.he. Adapun penulis lebih memilih opsi yang pertama yaitu melanjutkan pendidikan kejenjang perkuliahan dulu, kemudian bari opsi yang kedua penulis tempuh, ya tentunya setelah beberapa tahun kedepan, InsyaAllah. Berbicara mengenai bangku kuliah, ingatan penulis kembali melayang kepada test beasiswa Kedubes yang hari pengumumannya semakin dekat saja. Test telah berlalu kira-kira 15 hari yang lalu, berarti kurang lebih 2 minggu lagi hasil test akan keluar. Penulis sangat takut dengan hasil test tersebut, karena kalau tidak lulus penulis harus bersiap-siap untuk mencari planning lain berkenaan dengan tempat kuliah yang akan penulis jalani. Tapi sampai saat itu penulis masih optimis kalau penulis akan lulus dalam test tersebut. Semoga saja seperti itu.
Dalam masa penungguan itu sekurang-kurangnya ada 2 peristiwa besar yang lumayan mendebarkan dada setiap orang yang mengikutinya. Yaitu yang pertama pengumuman kelulusan ujian akhir nasional serta ujian akhir pondok yang baru saja selesai penulis ikuti. Kemudian yang kedua perayaan pemberian ijazah pondok yang biasanya sangat meriah dan dihadiri oleh seluruh orang tua wali murid yang dinyatakan lulus ujian. Adapun peristiwa yang pertama, alhamdulillah berkat pertolongan dari Allah SWT, penulis dinyatakan lulus ujian nasional sekaligus juga lulus dalam ujian akhir pondok yang diadakan kira-kira 2 minggu yang lewat itu. Penulis sangat bahagia sekali, karena perjuangan selama 3 tahun untuk ujian nasional dan 7 tahun untuk ujian pondok tidak sia-sia. Ditambah lagi dengan nilai yang penulis raih dalam kedua ujian tersebut juga lumayan memuaskan (walaupun tidak tinggi-tinggi amat.hehe). Walaupun tidak bisa dijadikan bukti kemampuan secara muthlaq, setidaknya nilai-nilai itu bisa penulis “jual” untuk membahagiakan hati kedua orangtua penulis yang biasanya memberikan patokan keberhasilan anaknya berdasarkan tingginya nilai ujian ataupun ulangan yang diikuti oleh anaknya. Karena penulis sadar akan kenyataan itu, penulispun mensyukuri semua anugerah yang diberikan Allah kepada penulis. semoga saja apa yang penulis usahakan selama ini berkat pertolongan Allah tentunya, bisa menjadi obat pelipur dara serta pembayar jerih payah yang selama ini dilakukan oleh orang tua penulis lewat berdagang serta bertani yang senantiasa beliau lakoni pada tiap harinya. Penulis teringat kepada sajak yang pernah penulis bikin sendiri beberapa tahun yang lalu. Bunyinya kurang lebih seperti dibawah ini :
Thank you parent.
Jerih payahmu tiada terhitung.
Peluh keringatmu tiada tertampung.
Disaat matahari bersinar terang.
Engkau telah duluan tiba diladang.
Disaat senja mulai menghadang, engkaupun segera pulang.
Tak terbalas jasa yang telah engkau lakukan.
Tak terhitung sayang yang telah engkau curahkan.
Disaat ku sakit engkau segera datang.
Tak peduli darimana datangnya uang.
Yang penting badanku sehat.
Pinjam kiri kanan tak jadi masalah.
Namun disaat engkau yang sakit, terkadang aku tak berfirasat.
Oh ayah dan ibu, mungkin aku bukanlah anak yang baik.
Nasehatmu sering ku sibak.
Ucapanmu sering tak ku dengar.
Perintahmu sering kulanggar.
Harapanmu mungkin telah kuhancurkan.
Oh ayah dan ibu,mungkin aku anak yang durhaka, namun aku harap redo darimu, biar allah kasih padaku.
Tak ada kata yang pantas kuucapkan selain doa dan maaf atas kesalahan.
Agar allah mengampuniku dan menunjukiku ke jalan lurusnya
Dan supaya pikiranku terbuka untuk hal yang dapat membahagiakanmu.
Ya allah ampunilah orangtuaku.
Dan masukkanlah keduanya ketempat yang Engkau ridoi amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon kritik dan sarannya.!