Dialog Agama dengan Kebudayaan

Islam bukan semata-mata diinu al-aqidah wa al-syari’ah. Disamping itu Islam juga diinu al-ilmi wa al-tsaqafah, diinu al-adab wa al-hadhorah, diinu al-taqaddum wa al-Madaniyyah. Inilah yang menyebabkan Islam bisa diterima ditempat manapun, termasuk di bumi Nusantara. Seandainya Islam hanya difahami sebagai diinu al-a’qidah wa al-syariah semata, niscaya tidak banyak manusia yang mau memeluk agama Islam ini”(Said Agil Siradj).

Kutipan diatas cukup menarik untuk dikaji dan dianalisis secara mendalam. Substansinya berkaitan erat dengan wacana yang pernah dilontarkan oleh Sidi Gazalba mengenai kebudayaan. Dia disinyalir pernah menyatakan bahwa Islam tak lebih dari hasil kebudayaan semata sebagaimana halnya seni dan sains. Tak pelak ide Sidi tersebut dikritik oleh Faisal Ismail dalam bukunya “Paradigma Kebudayaan Islam”. Sebaliknya, dia berasumsi perlunya umat Islam membedakan antara Islam dengan kebudayaan yang muncul darinya. Penyamaan keduanya akan berimplikasi terhadap lenyapnya kesakralan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW itu.

Reinterpretasi Nalar Fiqih Kontemporer

Dalam suatu wawancara khusus kru Jurnal Nuansa dengan Jamal al-Banna, seorang pemikir prolifik kontemporer Mesir yang juga merupakan adik kandungnya Hasan al-Banna pendiri Ikhwanul Muslimin, mengatakan bahwa fiqih dan ushul fiqh itu bernilai baru ketika keduanya muncul dan relevan dengan zaman, manakala fiqh tersebut tidak lagi bisa menkounter fenomena-fenomena yang ada, maka fiqh itu disebut kuno/ klasik. pernyataan ini pada dasarnya merupakan wacana yang telah lama muncul dalam percaturan pemikiran hukum Islam, baik di Timur Tengah ataupun di Indonesia. Terutama persoalan sejauh mana fiqh dan ushul fiqh klasik itu bisa dijadikan sebagai referensi dalam menjawab seluruh fenomena-fenomena sosial yang muncul belakangan ini.

صاحب الكتابة

Foto saya
Bukittinggi, Agam, Indonesia
Seorang pelajar yang tengah berkontemplasi dalam pencarian jatidiri dan ilmu pengetahuan, walau hingga saat ini ilmu yang dia harapkan terasa masih dangkal dan jauh dari kesempurnaan. Dia lahir pada hari Kamis pagi, tanggal 22 Februari 1990 atau bertepatan dengan 26 Rajab 1410 Hijriah. Diberi nama dengan Yunal Isra bin Syamsul Bahri dan biasa dipanggil dengan sebutan Yunal/Isra/Inal. Pendidikan pertama yang pernah dijalaninya adalah Pendidikan TK pada tahun 1996, kemudian dilanjutkan ke SD 01 Baso dan tamat pada tahun 2002. Setelah itu memutuskan untuk fokus mendalami ilmu-ilmu keislaman di MTI Canduang dan tamat pada tahun 2009. Setahun kemudian ia meneruskan petualangan intelektualnya di program S1 Fakultas Dirasah Islamiyyah UIN Syarif Hidayatullah dan Darus-Sunnah International Institute For Hadith Sciences Jakarta. Berharap semoga bisa menjadi orang yang bermanfaat untuk manusia lain dan diredoi orang tua dan tuhannya, amien.! Fokus kajiannya sekarang "al-Muhaafazhah A'la al-Qadiimi al-Shaalih, wa al-Akhdzu bi al-Jadiidi al-Ashlah".

Terima kasih atas kunjungannya.........!!!!!!

نحمدك اللهم منزل الآيات تبصرة لأولى الألباب ورافع الدلالات عبرة لتزيل بها عن القلوب الحجاب ونشكرك شرعت الحلال والحرام وأنزلت الكتاب وجعلته هدى لكل خير يرام ونصلى ونسلم على سيدنا محمد المؤيد من الله بأجلى النيرات والساطع نوره في أفق الهداية بما يزيح الريب والمدلهمات وعلى آله خير آل وأصحابه ومن لهم مقتف أوموال