Langkah Awal Memahami Maqashid Syari’ah Resuman buku Maqashid al-Syari’ah; Dalilun li al-Mubtadi’ karya Jaser Audah


Pengertian Maqashid Syariah[1]
Jaser Audah[2] memperkenalkan sebuah pengertian praktis untuk Maqashid Syariah, yaitu sebuah cabang ilmu keislaman yang menjawab segenap pertanyaan-pertanyaan yang sulit, diwakili oleh sebuah kata yang tampak sederhana, yaitu “mengapa?”. Ketika kita melayang jauh pada tingkatan-tingkatan pertanyaan “mengapa”, berarti kita sedang mencari Maqashid dari apa yang ditanyakan. Untuk menjawabnya seringkali kita berpindah dari hal-hal yang sederhana, lalu dari isyarat-isyarat yang tampak jelas, kemudian dari tingkat perbuatan menuju tingkat hukum dan kaedah. Pada akhirnya kalau pertanyaan tersebut dilanjutkan maka kita akan sampai ke tingkat analisis kemaslahatan dan kemanfaatan bersama, prinsip-prinsip dasar serta akidah-akidah pokok seperti prinsip keadilan, kerahmatan, dan segenap sifat-sifat agung Allah SWT.

Sebagai contoh, kita sering bertanya-tanya tentang mengapa seorang muslim salat? Mengapa zakat dan puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam? Mengapa seorang muslim selalu berzikir? Mengapa berlaku baik terhadap tetangga termasuk kewajiban dalam Islam? Mengapa meminum minuman beralkohol, walaupun sedikit, adalah dosa besar dalam Islam? Dan mengapa hukuman mati ditetapkan bagi orang yang memperkosa atau membunuh secara sengaja? dan pertanyaan kritis lainnya. Sehingga dalam rangka ini, al-Maqashid menjelaskan hikmah dibalik aturan Syariat Islam seperti memperkokoh bangunan sosial sebagai hikmah dari zakat dan berbuat baik terhadap tetangga, meningkatkan kualitas diri/ketakwaan sebagai hikmah dari salat, puasa, dan zikir, menjaga dan melestarikan nyawa, akal, harta benda, kehormatan, dan keturunan sebagai hikmah dari terlarangnya perbuatan membunuh, minum-minuman keras, mencuri, memperkosa dan berzina. Selanjutnya al-Maqashid dapat dianggap juga sebagai sejumlah tujuan (yang dianggap) ilahi dan konsep akhlak yang melandasi proses tasyri’ al-islami (penyusunan hukum berdasarkan Syariat Islam) seperti prinsip keadilan, kehormatan manusia, kebebasan kehendak, kesucian, kemudahan, kesetiakawanan, HAM, pembangunan, dan keadilan sosial.

Kajian Takhrij dan Sanad Hadis “Anjuran untuk menyegerakan Amal Saleh”

Redaksi Hadis.

بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ سَبْعًا، هَلْ تَنْتَظِرُونَ إِلاَّ مَرَضًا مُفْسِدًا أَوْ هَرَمًا مُفَنِّدًا أَوْ غِنًى مُطْغِيًا أَوْ فَقْرًا مُنْسِيًا أَوْ مَوْتًا مُجْهِزًا أَوِ الدَّجَّالَ فَشَرُّ غَائِبٍ يُنْتَظَرُ أَوِ السَّاعَةَ فَالسَّاعَةُ أَدْهَى وَأَمَرُّ.

Artinya : Waspadalah dari tujuh hal berikut (yang) manakala ia datang maka tidak ada lagi kesempatan bagimu untuk beramal saleh! Yaitu penyakit parah, tua bangka, kekayaan yang membuat lalim, kemiskinan yang membuat lupa diri, mati secara tiba-tiba, kemunculan Dajjal sebagai makhluk jahat yang paling ditunggu-tunggu, atau kiamat yang sangat mengerikan.

Hadis tersebut diriwayatkan oleh beberapa ahli hadis dengan redaksi yang cukup beragam. Redaksi yang serupa dengan teks di atas terdapat dalam kitab al-Dhu’afa al-Kabir karya al-‘Uqaili. Sementara itu redaksi lain yang hampir mirip dan semakna diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dalam Sunan-nya, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman, Ibn ‘Adi dalam al-Kamil fi Dhu’afa al-Rijal, al-Hakim dalam Mustadrak-nya, dan al-Thabarani dalam Mu’jam al-Ausath-nya. Semua riwayat ini menjadi tawabi’ terhadap riwayat al-Uqaili yang penulis tetapkan sebagai nash al-hadits (riwayat utama) dalam penelitian ini. Namun penulis -dengan segala kekurangannya- tidak menemukan syahid yang cocok serta sesuai dengan hadis ini, kesimpulan serupa juga ditegaskan oleh al-Albani dalam salah satu komentarnya terhadap kitab Riyadh al-Sholihin karya al-Nawawi terkait riwayat di atas.

Kajian “Hadis” Man ‘Arafa Nafsahu Faqad ‘Arafa Rabbahu


 من عرف نفسه فقد عرف ربه
Barang siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya

Begitu kira-kira terjemahan bebas dari ungkapan di atas. Sebuah pernyataan yang sangat masyhur di kalangan praktisi tasauf di nusantara bahkan dunia. Banyak yang mempertanyakan otentesitas ungkapan tersebut sebagai hadis Nabi, benarkah ia sebuah petuah yang langsung disampaikan oleh Nabi SAW, ataukah hanya sebuah kata-kata hikmah seorang ulama yang kemudian dinisbatkan kepada Nabi SAW. Lalu bagaimana pula dengan pemaknaannya, apa relasi antara mengenal diri sendiri dengan mengenal Tuhan? Sejauh mana pengenalan seseorang terhadap dirinya bisa mengantarkannya untuk mengenal Tuhannya? Inilah beberapa persoalan yang akan dijabarkan melalui tulisan sederhana ini.

Sejumlah sarjana klasik seperti al-Nawawi, Ibn Taimiyah, al-Zarkasyi, Ibn Athaillah dan lain-lain, telah mengadakan penelitian serius terkait ungkapan tersebut. Bahkan al-Suyuthi menulisnya secara panjang lebar dalam karyanya yang terkenal al-Hawi li al-Fatawa dalam sub bahasan al-Qaul al-Asybah fi Hadits Man ‘Arafa Nafsahu Faqad ‘Arafa Rabbahu. Terkait dengan persoalan otentisitas, al-Nawawi menegaskan bahwa ia tidak mempunyai validitas sebagai hadis nabi. Ketika ditanya terkait ungkapan tersebut, beliau menjawab “innahu laisa bi tsabitin”. Sementara itu Ibn Taimiyah menilainya sebagai hadis maudhu’. Sedangkan al-Zarkasyi dalam hadis-hadis masyhurnya, mengutip perkataan Imam al-Sam’ani yang menyebutkan bahwa ungkapan tersebut merupakan perkataan dari seorang ulama sufi terkenal yang bernama Yahya ibn Muadz al-Razi.

صاحب الكتابة

Foto saya
Bukittinggi, Agam, Indonesia
Seorang pelajar yang tengah berkontemplasi dalam pencarian jatidiri dan ilmu pengetahuan, walau hingga saat ini ilmu yang dia harapkan terasa masih dangkal dan jauh dari kesempurnaan. Dia lahir pada hari Kamis pagi, tanggal 22 Februari 1990 atau bertepatan dengan 26 Rajab 1410 Hijriah. Diberi nama dengan Yunal Isra bin Syamsul Bahri dan biasa dipanggil dengan sebutan Yunal/Isra/Inal. Pendidikan pertama yang pernah dijalaninya adalah Pendidikan TK pada tahun 1996, kemudian dilanjutkan ke SD 01 Baso dan tamat pada tahun 2002. Setelah itu memutuskan untuk fokus mendalami ilmu-ilmu keislaman di MTI Canduang dan tamat pada tahun 2009. Setahun kemudian ia meneruskan petualangan intelektualnya di program S1 Fakultas Dirasah Islamiyyah UIN Syarif Hidayatullah dan Darus-Sunnah International Institute For Hadith Sciences Jakarta. Berharap semoga bisa menjadi orang yang bermanfaat untuk manusia lain dan diredoi orang tua dan tuhannya, amien.! Fokus kajiannya sekarang "al-Muhaafazhah A'la al-Qadiimi al-Shaalih, wa al-Akhdzu bi al-Jadiidi al-Ashlah".

Terima kasih atas kunjungannya.........!!!!!!

نحمدك اللهم منزل الآيات تبصرة لأولى الألباب ورافع الدلالات عبرة لتزيل بها عن القلوب الحجاب ونشكرك شرعت الحلال والحرام وأنزلت الكتاب وجعلته هدى لكل خير يرام ونصلى ونسلم على سيدنا محمد المؤيد من الله بأجلى النيرات والساطع نوره في أفق الهداية بما يزيح الريب والمدلهمات وعلى آله خير آل وأصحابه ومن لهم مقتف أوموال