Masjid Sebagai Basis Pengentas Kemiskinan

 (Nau'dzubillah min haadza al-haal)

Pada kesempatan kali ini kita akan berbicara mengenai 3 poin penting yang menjadi substansi dari judul yang saya kemukakan diatas yaitu Masjid, Kemiskinan, dan apa sebenarnya korelasi diantara keduanya. Sebagai ummat yang ber-dien-kan islam tentu kita sama-sama tahu bahwa masjid merupakan suatu tempat yang sacral dan suci bagi kita. Sebagai tempat yang suci sudah barang tentu masjid hendaknya kita fungsikan sebagaimana mestinya sesuai dengan apa yang Rasulullah SAW contohkan ketika beliau menata kehidupan ummat Kota Madinah antara kaum Muhajirin, Anshar, dan Yahudi Madinah. 

Profil Syaikhuna Syekh Sulaiman Ar-Rasuli

Pesan Terakhir Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli :
 
"Teroeskan membina Tarbijah Islamijah sesoeai dengan peladjaran jang koeberikan..! Tjandoeng, 26 Djuli 1970, Sjech Soelaiman Ar-Rasoeli".   

Begitulah pesan terakhir ulama besar ini yang tertulis pada makamnya, di halaman pesantren salafiyah Madrasah Tarbiyah Islamiyah, Candung. Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli al-Minangkabawi atau Inyiak Canduang -begitu ia dijuluki- lahir di desa Candung, sekitar 10 km sebelah timur kota Bukittinggi, Sumatera Barat, 1287 H/1871 M. Ia adalah seorang tokoh ulama dari golongan Kaum Tuo (golongan ulama yang tetap mengikuti salah satu dari empat mazhab fikih) yang gigih mempertahankan ajaran Ahl al-Sunnah dalam masalah akidah dan fikih. Ayahnya bernama Angku Mudo Muhammad Rasul, adalah seorang ulama yang disegani di daerahnya ketika itu. Sedangkan ibunya, Siti Buliah, seorang wanita yang taat beragama.

Pendidikan
Ia yang dikenal oleh para muridnya dengan nama Maulana Syeikh Sulaiman, memperoleh pendidikan awal sejak kecil; terutama pendidikan agama langsung dari ayahnya. Selanjutnya ia belajar di pesantren Tuanku Sami' Ilmiyah di desa Baso, tidak jauh dari desanya. Setelah itu ia belajar kepada Syeikh Muhammad Thaib Umar di daerah Sungayang. Pada masa itu masyarakat Minang masih menggunakan sistem pengajian surau atau sistem salafiyah sebagai sarana transfer pengetahuan keagamaan. Kemudian ia belajar dari Syeikh Muhammad Thaib Umar ini Inyiak Canduang melanjutkan belajar agama pada Syeikh Abdullah Halaban.

Ritual Penyelenggaraan Jenazah

Pekuburan
Tahab-tahab penyelenggaraan jenazah.
A.Mentalqinkan seseorang ketika sakaratul maut.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika kita melepas orang yang akan meninggal dunia diantaranya:
1. Orang yang sekarat itu hendaknya dihadapkan kearah kiblat. Berdasarkan hadist riwayat Hakim dan Baihaqi.
2. Menurut kata yang aujah” disunatkan mentalqinkan mayat ketika sakaratul maut” dengan ucapan ”Lailaillah” karena ada khabar dari dari Imam Muslim dan hadist shohih :

لقنوا موتاكم لا اله الا الله رواه مسلم و الاربعة من كان اخر كلامه لااله الا الله دخل الجنه

3. Membacakan surat yasin. Berdasarkan hadist riwayat Abu Daud dan Nasai’

Bait Pentahsin Makharijul Huruf

Bait-bait ini penulis dapatkan dari seorang ustadz, sewaktu mengikuti program MDA (Madrasah Diniyyah Awwaliyyah) Tabek Lumpuah, Kec. Baso kira-kira 10 tahun yang lalu. Ust Jarnaini, itulah nama ust yang sedikit gemuk namun berparas putih bersih yang suaranya sangat penulis kagumi tersebut. Diantara ilmu-ilmu yang pernah beliau ajarkan kepada penulis dan teman-teman adalah ilmu nagham al-Qur'an (seni baca Al-Qur'an), ilmu Tajwid, Tartil dan Mujawwad.

Mungkin menurut sebagian orang bait-bait itu tidak penting dan tidak begitu dibutuhkan dalam upaya pembelajaran Al-Qur'an. Termasuk penulis sendiri sewaktu mengikuti program MDA dahulu juga menganggap bahwa pelajaran yang seperti ini tidaklah penting untuk dihafal atau diapresiasi secara intens. Akan tetapi sekarang penulis baru menyadari bahwa semudah dan sekecil apapun ilmu yang disampaikan oleh seseorang serta apapun jenisnya, suatu saat nanti pasti dibutuhkan dan akan bermanfaat. Kalau tidak sekarang, mungkin 10 atau 20 tahun yang akan datang pasti bermanfaat. Tidak hanya buat diri sendiri, bahkan juga terhadap orang lain.

Resensi Buku Wacana Ideologi Negara Islam

Nama Buku                 : Wacana Ideologi Negara Islam.
Pengarang                   : Al-Chaidar.
Harga Buku                : 10.000 Rupiah.
           
Buku dengan judul Wacana Ideologi Negara Islam karangan Al-Chaidar[1] ini pada dasarkan sangat menarik untuk dibaca. Pengarangnya mencoba untuk mengilustrasikan wacana pembentukan negara Islam yang pada saat ini masih menjadi bahan sorotan serta menjadi ajang perdebatan antara mereka yang pro dengan wacana tersebut dengan mereka yang kontra. Perdebatan itu bergerak ibarat bola salju yang semakin lama semakin membesar tanpa adanya titik temu yang jelas antara keduanya. Bagi pihak yang mendukung mereka beralasan bahwa penegakan Negara Islam Indonesia merupakan suatu hal yang sangat mungkin sekali, bahkan sangat mudah mengingat mayoritas warga Negara Indonesia adalah beragama Islam.

Jadal Mengenai Haid dan Hal-hal yang Terkait dengannya.

Berikut ini adalah debat yang rada-rada ilmiah yang pernah penulis lakoni didunia maya facebook, bersama senior penulis angkatan 2005 yang icon facebooknya bernama Ashfi Raihan, Ust Asril Aziz (guru penulis sewaktu mondok di MTI Canduang dahulu), Zamzami Saleh (senior penulis angkatan 2008 yang sekarang tengah melanjutkan pendidikannya di Univ al-Azhar Mesir), dan Buya Najwan A.Shamad. Maksud dari diskusi ini tidak lain hanya untuk mendiskusikan persoalan haid yang terkadang diabaikan oleh sebagian besar umat Islam, khususnya kaum hawa. Jadi penulis sajikan dalam bentuk tanyajawab yang insyaAllah bermanfaat. Penulis serahkan kesimpulannya kepada para pembaca, untuk mengambil ataupun menolak pendapat-pendapat yang disampaikan dalam forum ini..!!!

Berawal dari sebuah status yang dibuat oleh Kakanda Ashfi Raihan di group MTI Canduang yang berbunyi “Assalaamu 'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh. Mengapa dalam hadis itu wanita nifas dan haid tidak disyari'atkan mengqadha shalatnya setelah suci? 'Illatnya pun tidak dijelaskan...” kemudian dari stetement tersebut muncullah perdebatan seperti dibawah ini :

Benarkah term Islam belum populer diawal-awal perkembangannya.?

"Ternyata term “Islam” yang dikenal sebagai nama sebuah agama, baru populer pada abad-abad ke-2/3 hijriah, yaitu setelah wilayah kekuasaan Islam itu meluas ke daerah-daerah diluar Arab” begitu gumam seorang teman kepadaku. Mendengar pernyataan tersebut secara refleks akupun angkat bicara lalu bertanya mengenai apa maksud dari pernyataan yang baru saja dia lontarkan itu. Kemudian dia mengambil sebuah tafsir Al-Qur’an berbahasa Inggris karya Muhammad Asad, dan membacakan teks seperti dibawah ini :

“Furthermore, one must beware of rendering, in each and very case, the religious terms used in the Quran in the sense which they have acquired after islam had become “institutionalized” into a definite set of laws, tenets, and practices. However legitimate this “institutionalized” may be in the context of Islamic religious history, it is obvious that the Quran cannot be correctly understood if we read it merely in the light of later ideological developments” yang artinya :

Pentingnya Kesholehan Sosial

Saleh dalam tinjauan kebahasaan merupakan kata serapan yang diadobsi dari bahasa Arab “shalihun” yang berarti baik atau bagus. Ibnu Manzur menerangkan secara panjang lebar tentang ma’na kata shalihun tersebut dalam mu’jamnya Lisanul Arabi. Dalam perspektif agama Islam, saleh sering diterjemahkan sebagai suatu bentuk ketaatan dalam menjalankan perintah agama. Namun seiring berjalannya waktu kata itupun mengalami penyempitan ma’na, sehingga seolah-olah hanya dipahami sebagai ketaatan yang bersifat vertikal semata. Dalam arti kata orang saleh itu adalah mereka yang menjalankan ibadah yang sifatnya individual saja, seperti shalat, puasa, haji dan lain-lain.

Pengarang tafsir “Adhwaau al-Bayaan fii Idhoohi al-Qur’an bi al-Qur’an” menjelaskan ada tiga kriteria sebuah amalan bisa dikategorikan sebagai amalan saleh. Yaitu apabila amalan itu sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, dikerjakan niat ikhlas karena Allah, dan amalan tersebut berlandaskan akidah yang benar. Apabila ketiga syarat tersebut telah terpenuhi, maka secara otomatis orang yang mengerjakannya akan disebut sebagai orang shaleh dan pekerjaannyapun akan dianggap sebagai amalan yang saleh. Akan tetapi manakala salah satunya luput, maka amalan tersebut dianggap lagho dalam artian tidak terklasifikasi sebagai amalan sama sekali.

صاحب الكتابة

Foto saya
Bukittinggi, Agam, Indonesia
Seorang pelajar yang tengah berkontemplasi dalam pencarian jatidiri dan ilmu pengetahuan, walau hingga saat ini ilmu yang dia harapkan terasa masih dangkal dan jauh dari kesempurnaan. Dia lahir pada hari Kamis pagi, tanggal 22 Februari 1990 atau bertepatan dengan 26 Rajab 1410 Hijriah. Diberi nama dengan Yunal Isra bin Syamsul Bahri dan biasa dipanggil dengan sebutan Yunal/Isra/Inal. Pendidikan pertama yang pernah dijalaninya adalah Pendidikan TK pada tahun 1996, kemudian dilanjutkan ke SD 01 Baso dan tamat pada tahun 2002. Setelah itu memutuskan untuk fokus mendalami ilmu-ilmu keislaman di MTI Canduang dan tamat pada tahun 2009. Setahun kemudian ia meneruskan petualangan intelektualnya di program S1 Fakultas Dirasah Islamiyyah UIN Syarif Hidayatullah dan Darus-Sunnah International Institute For Hadith Sciences Jakarta. Berharap semoga bisa menjadi orang yang bermanfaat untuk manusia lain dan diredoi orang tua dan tuhannya, amien.! Fokus kajiannya sekarang "al-Muhaafazhah A'la al-Qadiimi al-Shaalih, wa al-Akhdzu bi al-Jadiidi al-Ashlah".

Terima kasih atas kunjungannya.........!!!!!!

نحمدك اللهم منزل الآيات تبصرة لأولى الألباب ورافع الدلالات عبرة لتزيل بها عن القلوب الحجاب ونشكرك شرعت الحلال والحرام وأنزلت الكتاب وجعلته هدى لكل خير يرام ونصلى ونسلم على سيدنا محمد المؤيد من الله بأجلى النيرات والساطع نوره في أفق الهداية بما يزيح الريب والمدلهمات وعلى آله خير آل وأصحابه ومن لهم مقتف أوموال