Kyai-ku, Kyai-mu, dan Kyai Kita; Sebuah Refleksi Terhadap Perjuangan Kyai Ali Mustafa Yaqub (1952-2016)


Wisuda Darus-Sunnah 2014

Sudah banyak berita, informasi, obrolan, serta kenangan tertumbah ruah di berbagai media terkait kiai yang satu ini. Kiai yang andai tulisan ini tidak saya tulis sekalipun, tidak akan mengurangi kebesaran beliau sebagai seorang ulama pembela hadis dan sunah Nabi. Seorang kiai nan arif bijaksana yang sampai marahnya pun tidak membuat hati kesal serta hardikannya pun tidak lantas membuat diri ini dongkol kepadanya. Beliaulah Ali Mustafa Yaqub yang hari ini telah dipanggil oleh Sang Kekasih, Allah Swt untuk menghadap keharibaan-Nya. Kepergian yang begitu cepat dan tidak disangka-sangka sebelumnya.

Sebagai murid (meskipun hanya pengakuan sepihak), jujur dari lubuk hati yang paling dalam, saya merasa kehilangan yang mendalam saat mendengar berita kepulangan beliau. Meskipun interaksi saya dengan beliau tidak terlalu intens, tapi entah kenapa gaya berpikir dan analisa-analisa beliau terkait ajaran agama sejalan dan mudah diserap oleh pikiran saya. Dan bahkan (kalau harus jujur) banyak tulisan-tulisan “sampah” yang pernah saya tulis seputar kajian keislaman terinspirasi dan disadur dari pikiran serta buku-buku karangan beliau.

Kedahsyatan Ucapan InsyaAllah



Nabi Muhammad Saw pernah bercerita, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah, bahwa Nabi Sulaiman ibn Daud R.A pernah bertekad untuk menggauli 70 (dalam riwayat lain 100) orang istrinya dalam satu malam.

Beliau berniat agar masing-masing istrinya akan hamil dan melahirkan para pejuang yang proaktif dalam menegakkan agama Allah. Pada saat beliau mengatakan hal itu, seorang malaikat menyelanya seraya berkata, "Wahai Sulaiman ucapkan InsyaAllah!".

Namun beliau lupa mengucapkannya. Akibatnya, tidak satupun dari istri beliau yang hamil kecuali hanya satu orang saja. Itupun anak yang dia lahirkan mengalami kekurangan (cacat/lemah fisiknya).

Rasulullah SAW berkata, "Seandainya beliau mengucapkan InsyaAllah, maka akan terlahir dari istri-istrinya para mujahid yang akan berjuang di jalan Allah".

(Diterjemahkan langsung dari Kitab Alfu Qishshah wa Qishshah karya Hani al-Hajj, hal 390).

Allahu A'lam

Niat yang Membawa Kebaikan



Diceritakan bahwa dahulu ada dua orang saudara yang mempunyai karakter yang berbeda. Satu di antaranya adalah ahli ibadah dan yang lain seorang ahli maksiat. Suatu kali ketika tengah bersantai di sela-sela ibadahnya, terbersit dalam hati si ahli ibadah sebuah rayuan untuk rehat sejenak dari rutinitas ibadahnya.

Bahkan Ia berkeinginan untuk mengikuti kehendak hawa nafsunya untuk beberapa saat sebagai ganti dari waktu yang selama ini sudah ia gunakan untuk beribadah. Kemudian dia ingin taubat kembali dari perbuatan-perbuatan tersebut karena toh Allah itu Tuhan yang Maha Pengampun dan Penyayang kok terhadap hambanya, -pikirnya dalam hati-.

Si ahli ibadah itu berujar dalam hatinya, "Aku akan menemui saudaraku yang tengah berbuat maksiat itu dan memanjakan hawa nafsuku bersamanya bareng sesaat, kemudian aku akan bertaubat kepada Allah dan tidak akan mengulanginya lagi hingga akhir hayatku". Tanpa berselang lama, niat itupun dia laksanakan.

Kisah Abu Hurairah yang Ditipu Setan


Diceritakan bahwa seorang pencuri menyusup ke sebuah lumbung zakat yang disiapkan untuk kaum muslimin pada bulan Ramadan. Selama dua malam berturut-turut pencuri tersebut melakukan aksinya, mencuri bahan-bahan makanan yang terdapat di dalam lumbung yang pada malam itu kebetulan tengah dijaga oleh Sahabat Abu Hurairah.

Abu Hurairah berhasil menangkapnya, akan tetapi saat ia akan melaporkannya kepada Rasulullah, pencuri tersebut merintih seraya berdalih kalau perbuatan tersebut terpaksa dia lakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang sedang kelaparan dan ia berjanji untuk tidak akan mengulanginya lagi. Karena merasa kasihan, Abu Hurairah pun melepaskan pencuri tersebut.

Namun pada malam ketiga, ia kembali melakukan aksi pencurian seperti malam-malam sebelumnya. Lagi-lagi aksinya diketahui oleh Abu Hurairah yang kali ini dengan tegas tanpa ampun akan membawa pencuri tersebut kepada Rasulullah. Tanpa diduga sebelumnya, tiba-tiba saja sang pencuri mengatakan bahwa ia akan mengajarkan sebuah kalimat yang kalau seandainya dibaca oleh seorang muslim sebelum tidur maka Allah akan menjaganya hingga pagi menjelang.

Abu Hurairah pun tertarik dengan omongan pencuri tersebut dan bertanya kalimat apa gerangan yang ingin dia ajarkan. Lalu ia katakan, “bacalah ayat kursi sebelum tidur, niscaya kamu akan dilindungi Allah dari gangguan setan hingga pagi hari”. Beberapa saat kemudian pencuri tersebut raib entah ke mana.

Keesokan harinya, Abu Hurairah menceritakan peristiwa tersebut kepada Rasulullah. Rasul pun menjawab bahwa pencuri tersebut adalah setan yang menyamar menjadi manusia. Rasulullah juga menambahkan bahwa apa yang diajarkannya kepada Abu Hurairah adalah benar namun ia telah berhasil mengelabui Abu Hurairah dengan menggondol beberapa bahan makanan yang sedianya akan diberikan kepada mereka yang membutuhkannya.

(Diterjemahkan langsung dari kitab Alf Qisshah wa Qisshah karya Hani al-Hajj, hal 369).

Bahaya serta Manfaat Lidah dan Hati



Dikisahkan bahwa Luqmanul Hakim adalah seorang hamba sahaya keturunan Habsyi (Abyssinia). Dalam kesehariannya, ia bekerja sebagai tukang kayu.

Suatu kali, majikannya memintanya untuk menyembelih seekor kambing. Tanpa berselang lama, Luqman pun membeli sekaligus menyembelih kambing tersebut sesuai dengan permintaan sang majikan.

Baru saja selesai menyembelih, majikannnya memintanya untuk memotong dua bagian tubuh kambing yang paling baik di antara bagian-bagian yang lain. Tanpa berpikir panjang, Luqman memotong bagian lidah dan hati dari kambing tersebut lalu menyerahkannya kepada sang majikan.

Selang beberapa hari kemudian, sang majikan kembali meminta Luqman untuk menyembelih kambing lagi. Berbeda dengan yang pertama, sang majikan kali ini meminta Luqman untuk memilihkan dua anggota kambing yang terburuk dari anggotanya yang lain. Tanpa berselang lama, Luqman pun kembali memberikan potongan lidah dan hati dari kambing tersebut kepada sang majikan.

Merasa heran, sang majikan pun angkat bicara, "Wahai Luqman, ketika penyembelihan pertama saya memintamu untuk memilih dua bagian terbaik dari kambing lalu kamu memberikan bagian lidah dan hati untukku. Sementara pada penyembelihan kedua saya memintamu untuk memilih dua anggota terburuk dari kambing tersebut, namun kenapa kamu juga memberikan bagian yang sama, lidah dan hati kepadaku.?

Lantas Luqman menjawab, "Wahai Tuan, jika dua bagian ini baik, maka tidak satupun anggota tubuh lain yang lebih dari keduanya. Namun jika kedua bagian ini rusak, maka tidak ada bagian tubuh lain yang lebih buruk dari keduanya".

(Diterjemahkan langsung dari kitab Alf Qisshah wa Qisshah karya Hani al-Hajj, hal 254).

Abu Hanifah; Sang Wara' Sejati

Yazid ibn Harun bercerita, "Saya belum pernah melihat orang yang lebih wara' (menjaga diri dari hal-hal yang dilarang agama) daripada Abu Hanifah. 

Suatu hari saya melihatnya duduk di bawah terik matahari di dekat pintu rumah seseorang.

Lalu dengan penuh keheranan saya menyapanya sembari bertanya, "Wahai Abu Hanifah, kenapa Engkau tidak berteduh ke bagian yang terhalang matahari saja.?"

Lalu dia menjawab, "Pemilik rumah ini adalah seorang yang kaya raya dan saya sungkan untuk duduk di teras rumahnya (berhutang manfaat kepadanya). Kira-kira sifat wara' mana lagi yang lebih dari ini.?

Sebagian sumber lain menyebutkan ketika Abu Hanifah ditanya terkait keengganannya untuk berteduh di bawah naungan teras rumah orang kaya tersebut, ia menjawab :

"Saya memiliki sedikit hutang kepada pemilik rumah ini dan saya khawatir hal tersebut akan menambah nominal hutang tersebut (karena saya menggunakan barang miliknya untuk keperluan pribadi saya).

Saya berpendapat bahwa hal tersebut hendaknya dijaga betul oleh setiap orang (tidak sembarangan dalam menggunakan hak milik orang lain), apalagi bagi seorang alim (ahli agama).
Sudah seharusnya seorang ahli agama tersebut mengambil standar yang lebih tinggi dalam hal penjagaan terhadap hukum-hukum syariat ketimbang hukum-hukum syariat yang dia sampaikan ke orang-orang awam.

(Diterjemahkan langsung dari kitab Alf Qisshah wa Qisshah karya Hani al-Hajj, hal 234).

Menangis Karena Belum Bisa Memberi

Diceritakan dari Mis'ar ibn Kidam, dia berkata, "Suatu hari saya berjalan bersama Sufyan al-Tsauri. Tiba-tiba seorang pengemis meminta sesuatu kepadanya dan kebetulan saat itu dia tidak membawa apa-apa yang bisa diberikan untuk pengemis tersebut".

Beberapa saat kemudian pengemis tersebut berlalu. Tanpa disadari sebelumnya, tetesan air mata pun bercucuran dari mata Sufyan.

Lalu Mis'ar bertanya kepadanya, "Apa yang membuatmu menangis wahai Sufyan.?

Lalu Sufyan menjawab, "Musibah apa kiranya yang tidak lebih besar ketika seseorang menaruh harapan kepadamu berupa kebaikan, namun dia tidak mendapatkannya darimu".

(Disarikan langsung dari buku Alf Qisshah wa Qisshah karya Hani al-Hajj, hal 377).

Badai Pasti Berlalu

Dikisahkan seorang arab badui (arab pedusunan) datang menemui Saydina Ali ibn Abi Thalib sembari berkeluh-kesah, "Wahai Amirul Mukminin, aku sedang diuji oleh Allah Swt, ajarkanlah kepadaku sesuatu yang dapat menghilangkan ujian ini dari diriku!".

Lalu Saydina Ali menjawab, "Wahai pemuda, badai pasti berlalu. Setiap cobaan pasti akan berakhir. Usahamu untuk menghilangkan cobaan tersebut tidak akan ada artinya selama Allah masih menginginkannya, bahkan usahamu itu malahan akan menambah berat ujian tersebut.

Allah pernah berfirman dalam Surah Al-Zumar ayat ke-38, "Jika Allah hendak mendatangkan bencana kepadaku, apakah mereka mampu menghilangkan bencana itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku apakah mereka dapat mencegah rahmat-Nya.? Katakanlah : Cukuplah Allah bagiku, kepada-Nyalah orang-orang yang bertawakkal berserah diri".

Oleh sebab itu, minta pertolonganlah hanya kepada Allah dan bersabarlah! Perbanyaklah istighfar, karena sesungguhnya Allah telah menjanjikan kebaikan untuk mereka yang selalu bersabar sebagaimana firman-Nya dalam Surah al-Nur ayat ke-10-12.

Ketika mendengarkan nasehat tersebut, pemuda itu pun tersadar dan langsung pamit untuk pulang ke negerinya. Pada saat bersamaan Saydina Ali pun langsung bersenandung, "Jika tidaklah karena pertolongan Allah terhadap seseorang, niscaya hal pertama yang akan dia andalkan hanyalah usaha dirinya sendiri".

(Diterjemahkan langsung dari kitab Alf Qisshah wa Qisshah karya Hani al-Hajj, hal 346-347).

Kehebatan Imam Syafi'i

Suatu kali, Imam Malik berkirim surat kepada Imam Syafi'i seraya bertanya, "Wahai Imam, apa jawaban Anda jika pertanyaan-pertanyaan ini disodorkan orang kepada Anda.?

1⃣Apa yang wajib.?

2⃣Apa yang wajib dari yang wajib.?

3⃣Hal apa yang dapat menyempurnakan suatu perkara yang wajib.?

4⃣Salat apakah yang tidak wajib.?

5⃣Salat apakah yang wajib ditinggalkan.?

6⃣Salat apakah yang dilakukan antara langit dan bumi.?

7⃣Salat apakah yang dilakukan di bumi dan di langit.?

Sejurus kemudian, Imam Syafi'i dengan kealimannya membalas serta menjawab setiap pertanyaan tersebut dengan cepat dan tepat.
Beliau menulis :

1⃣Yang wajib adalah salat fardhu yang lima.

2⃣Yang wajib dari yang wajib adalah wudhu.

3⃣Hal yang menyempurnakan perkara yang wajib adalah bersalawat kepada Rasulullah Saw (di mana ia merupakan salah satu rukun salat).

4⃣Salat yang tidak wajib adalah salat anak kecil yang belum mencapai umur baligh (anak yang berusia 15 tahun ke bawah).

5⃣Salat yang wajib ditinggalkan adalah salat seorang yang sedang mabuk.

6⃣Adapun salat yang dilakukan antara langit dan bumi adalah salatnya Nabi Sulaiman (ketika dibawa terbang oleh jin).

7⃣Sedangkan salat yang dilakukan di bumi dan di langit adalah salatnya Nabi Muhammad Saw ketika beliau di israk dan mikrajkan oleh Allah Swt. Allahu A'lam

(Diterjemahkan langsung dari kitab Alf Qisshah wa Qisshah karya Hani al-Hajj, hal 194).

Cara Memahami Hadis yang Diskriminatif


Doktrin Islam sebagai agama yang cinta damai kembali terusik. Aksi teror yang terjadi di jalan Thamrin bulan kemaren kembali disangkutpautkan dengan Islam. Hal tersebut ditambah lagi dengan beberapa data yang diungkap oleh pihak berwenang yang meneguhkan bahwa pelakunya adalah seorang muslim. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah ini sandiwara -meminjam bahasa Kyai Ali Mustafa Ya’qub dalam sebuah tulisannya- dalam rangka mendiskreditkan Islam ataukah sikap tersebut memang tergolong sebagai salah satu karakteristik ajaran Islam yang membuatnya harus dikritik -meminjam bahasa Ulil Abshar Abdalla dalam bukunya Menyegarkan Kembali Pemikiran Islam?-
           
Sudah jamak diketahui bahwa Islam merupakan agama cinta yang diturunkan sebagai rahmat untuk alam semesta. Ia diturunkan bukan hanya untuk umat Islam semata, akan tetapi untuk manusia secara merata. Firman Tuhan dan sabda Rasul-Nya sudah banyak dikutip oleh para peneliti dalam rangka membuktikan fakta tersebut, akan tetapi entah kenapa para manusia bermental teroris selalu saja mendapat celah dari beberapa doktrin Islam yang bersifat tentatif dan kondisional menjadi dasar atas gerakan mereka. Iming-iming pahala jihad dan sorga telah mendorong mereka untuk melakukan perbuatan konyol tersebut.

Kajian Hadis Kebolehan Perempuan Menjadi Imam Salat



Sudah menjadi pengetahuan dharūri di kalangan kita warga Tarbiyah Islamiyah ketika membaca literatur fikih, khususnya dalam persoalan imāmah al-shalāh, bahwa orang yang sah menjadi imam salat hanyalah laki-laki. Sejak dari kitab fikih terkecil seperti Matan Abī Suja’, Fath al-Qarīb, Fath al-Mu’in, I’ānah al-Thālibīn, sampai kepada kitab fikih yang agak besar seperti Hāsyiyah al-Qalyūbi wa ‘Umayrah li Minhaj al-Thālibin dan lain sebagainya juga mengajarkan bahwa hanya laki-laki yang boleh menjadi imam.

Bahkan dalam kitab al-Umm karya Imam Syāfi’i sendiri disebutkan bahwa seandainya ada seorang perempuan mengimami segolongan kaum yang terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak laki-laki, maka salat para makmum perempuan adalah sah, sedangkan salat para makmum laki-laki dan anak laki-laki tidak sah. Hal itu menurut Imam Syāfi’i karena Allah Swt menjadikan laki-laki sebagai pemimpin untuk perempuan. Selain itu, Allah Swt juga tidak menjadikan perempuan sebagai wali dan lain-lain. Serta perempuan dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh menjadi imam salat untuk makmum laki-laki.

Belajar dari Setan



Seorang kawan bercerita tentang keheranannya terhadap jawaban Prof. Quraisy Shihab ketika ditanya oleh seorang mahasiswanya terkait bolehkah kita sebagai umat Islam mengambil ilmu kepada orientalis. Kawan ini menuturkan, “Beliau (Prof. Quraisy Shihab) menjawab, “bagaimana pendapat Anda kalau setan mengajarkan sebuah kebaikan untuk Anda, maukah Anda mengikutinya.?”. Si mahasiswa yang bertanya itu pun diam sembari berpikir dan menganalogikan jawaban tersebut agar sesuai dengan pertanyaannya. Akhirnya dia menyimpulkan bahwa jangankan dengan orientalis, dengan setan sekalipun jika ia mengajarkan sebuah kebaikan kita diperbolehkan untuk mengikutinya.
           
Ilustrasi singkat di atas mengingatkan kita kepada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya. Riwayat tersebut menceritakan kisah seorang pencuri yang menyusup ke sebuah lumbung zakat yang disiapkan untuk kaum muslimin pada bulan Ramadan. Selama dua malam berturut-turut pencuri tersebut melakukan aksinya, mencuri bahan-bahan makanan yang terdapat dalam lumbung yang pada malam itu kebetulan tengah dijaga oleh Sahabat Abu Hurairah. Abu Hurairah berhasil menangkapnya, akan tetapi saat ia akan melaporkannya kepada Rasulullah, pencuri tersebut berdalih kalau perbuatan tersebut terpaksa dia lakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang sedang kelaparan dan ia berjanji untuk tidak akan mengulanginya lagi.

Hati-Hati dengan Mulutmu.!

Diriwayatkan bahwa ‘Isa ibn Musa (seorang yang hidup pada masa kekhalifahan Mansur, salah seorang khalifah Bani Abasiah) sangat mencintai istrinya. Namun entah kenapa, tanpa dikira sebelumnya tiba-tiba saja dia mengucapkan lafadz talak kepada sang istri. Dia berkata, “Istriku, jika kamu tidak lebih cantik dari bulan, maka saya akan menalakmu”. Mendengarkan ucapan suaminya, sang istri terperanjat dan langsung berhijab darinya. Lalu ia berkata, “Anda telah menjatuhkan talak kepada saya (maka saya tidak lagi halal bagi Anda)”.

Malam pun berlalu. Keesokan harinya ‘Isa ibn Musa tergopoh-gopoh pergi mendatangi khalifah Mansur dan memberitahukan perihalnya kepada sang khalifah. Ia berkata, “Wahai Amirul Mukminin, jika talak yang saya ucapkan tadi malam jatuh, maka bisa-bisa saya akan binasa karena menahan hasrat ini. Lebih baik saya mati daripada menanggung beban derita yang amat berat ini”. Sang Khalifah melihat kegalauan yang sangat dalam dari raut muka ‘Isa. Karena merasa kasihan, sang khalifah pun mengundang para ahli fikih untuk mengklarifikasi apakah talak yang dia ucapkan tadi malam dianggap jatuh atau tidak terhadap istrinya.

Gak Jadi Diskusi Gara-Gara Takut Riya

Diceritakan oleh Ali ibn al-Fudhoil, "Suatu hari ayahku bertemu dengan Ibn al-Mubarak di sebuah pintu mesjid yg bernama Bani Syaibah". 

Lalu Ibn al-Mubarak berujar, "Wahai Abu Ali (Fudhoil), mari kita ke mesjid untuk berdiskusi sejenak!". 

Lantas ayahku menjawab, "Jika kita berdiskusi di masjid nantinya, bukankah Anda akan menceritakan hal-hal unik dari apa yang Anda ketahui sebagaimana saya juga menceritakan hal-hal unik dari apa yang saya ketahui kepada Anda.? (Sy khawatir kita akan terjebak dengan riya dengan pengetahuan kita masing-masing)".

Ibn al-Mubarak menjawab, "Tentu". 

Akhirnya keduanya tidak jadi ke mesjid lalu pulang ke tempat masing-masing.

Abu Sulayman al-Khatthabi menjelaskan, "Al-Fudhail tidak suka berpura-pura dan khawatir akan riya (ketika berdiskusi).

Hal ini juga terungkap dari perkataan Fudhail sendiri, "Sungguh, bertemu dengan setan lebih baik bagi seorang qari (ahli al-Qur'an) ketimbang bertemu dengan temannya yang sesama qari".

Diterjemahkan langsung dari Kitab Alfu Qishshah wa Qishshah karya Hani al-Hajj.

Kenali Siapa Teman Sejatimu.!

'Alqamah ibn Labid berkata kepada anaknya, "Wahai anakku, jika suatu hari nanti kamu ingin mencari seorang sahabat sejati maka carilah orang yang :

🔹Jika ia bersamamu selalu membaguskan (akhlakmu).

🔹Jika kamu membutuhkan perlindungan, ia menjagamu.

🔹Jika kamu ditimpa musibah, ia berempati kepadamu.

🔹Jika kamu berbicara, ia membenarkanmu.

🔹Jika kamu tengah mengusahakan sesuatu, ia memperkuat tekadmu.

🔹Jika kamu berderma maka ia mengimbangimu.

🔹Jika ia melihat kebaikan darimu, ia mengapresiasinya.

🔹Jika kamu mempunyai aib, maka ia menutupinya.

Bersahabatlah dengan orang yang : 

🔹Tidak mendatangkan kejahatan kepadamu.

🔹Tidak menyelisihimu dalam perjalanan.

🔹Tidak menelantarkanmu dalam kebenaran.

Diterjemahkan langsung dari Kitab Alfu Qishshah wa Qishshah karya Hani al-Hajj, hal 7.

Umar ibn Abdul Aziz; Seorang Khalifah Besar yang Miskin

Diriwayatkan pada saat Umar ibn Abdul Aziz meninggal dunia, beliau meninggalkan 11 orang anak. Masing-masing anak hanya memperoleh setengah sampai seperempat dinar dari harta peninggalannya. Di saat sekarat beliau sempat berpesan kepada anak-anaknya, "Ayah tidak punya harta apapun yang bisa ayah wariskan untuk kalian.!".

Sementara itu, Hisyam ibn Abdul Malik juga mempunyai 11 orang anak. Pada saat ia meninggal dunia, masing-masing anaknya memperoleh 1 juta dinar dari harta peninggalannya.

Beberapa tahun kemudian tidak satu pun di antara anak-anak Khalifah Umar ibn Abdul Aziz yang terlihat miskin, bahkan salah satu di antara mereka ada yang dengan sukarela menyiapkan seratus ribu prajurit berkuda untuk berjihad di jalan Allah Swt.

Sementara itu, anak-anak dari Hisyam ibn Abdul Malik -yang mendapatkan warisan banyak dari orangtuanya- malah jatuh miskin dan melarat.

Diterjemahkan langsung dari Kitab Alfu Qishshah wa Qishshah karya Hani al-Hajj, hal 8.

Percaya Terhadap Takdir adalah Bukti Kesempurnaan Iman

Diriwayatkan dari al-Walid ibn 'Ubadah, ia berkata, "Suatu saat aku datang menemui ayah dan aku dapati beliau sedang terbaring sakit tak berdaya, lalu aku berkata, "Wahai ayah, berwasiatlah kepadaku dan suruhlah aku (untuk berbuat sesuatu untukmu!)"

Lalu ayah berkata, "Dudukkanlah saya!".

Ketika mereka (orang-orang di sekitar beliau) mendudukkannya, ia berujar, "Wahai anakku, sesungguhnya engkau tidak akan memperoleh kesempurnaan iman dan mencapai keagungan makrifah terhadap Allah Swt hingga engkau mengimani takdir baik dan buruk dari Allah Swt".

Lalu aku berkata, "Wahai ayahku, bagaimanakah caranya supaya aku dapat mengetahui takdir tersebut.?".

Ia menjawab, "Engkau ketahui bahwa sesuatu yang membuatmu salah tidak akan membenarkanmu dan sesuatu yang membuatmu benar tidak akan menyalahkanmu. 

Wahai anakku, ayah pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya makhluk pertama yang Allah ciptakan di alam ini adalah qalam (pena). Kemudian Allah berkata kepadanya, "tulislah.!!". Maka sejak saat itu qalam tersebut menuliskan segala sesuatu yang akan terjadi hingga hari akhir nanti".

Jika ayah meninggal dan tidak ada ketetapan di tulisan tersebut kalau ayah akan masuk sorga, maka artinya ayah akan masuk neraka".

Diterjemahkan langsung dari Kitab Alfu Qishshah wa Qishshah karya Hani al-Hajj, hal 8.

Allah, Sandaran Terbaik

Seorang laki-laki datang kepada Ja'far ibn Muhammad, lalu ia mengadukan keluh kesahnya kepada Ja'far. 

Tanpa berpikir panjang, Ja'far pun bersenandung : 

فلا تجزع إذا أعسرت يوما # فكم أرضاك باليسر الطويل

ولا تيأس فإن اليأس كفر # لعل الله يغني عن قليل

ولا تظنن بربك غير خير # فإن الله أولى بالجميل

"Janganlah gelisah manakala suatu hari nanti kesulitan menghampirimu, (ingatlah) betapa lama kemudahan menyenangkanmu.

Janganlah berputus asa, karena putus asa merupakan sebuah kekufuran, semoga Allah memberikan kecukupan dengan pemberian yang sedikit.

Dan janganlah berprasangka kepada Tuhanmu kecuali dengan kebaikan, sesungguhnya Allah adalah Zat yang Maha Indah".

Lalu laki-laki tersebut berkata, "keluh kesahku hilang seketika". 

Diterjemahkan langsung dari Kitab Alfu Qishshah wa Qishshah karya Hani al-Hajj, hal 8-9.

صاحب الكتابة

Foto saya
Bukittinggi, Agam, Indonesia
Seorang pelajar yang tengah berkontemplasi dalam pencarian jatidiri dan ilmu pengetahuan, walau hingga saat ini ilmu yang dia harapkan terasa masih dangkal dan jauh dari kesempurnaan. Dia lahir pada hari Kamis pagi, tanggal 22 Februari 1990 atau bertepatan dengan 26 Rajab 1410 Hijriah. Diberi nama dengan Yunal Isra bin Syamsul Bahri dan biasa dipanggil dengan sebutan Yunal/Isra/Inal. Pendidikan pertama yang pernah dijalaninya adalah Pendidikan TK pada tahun 1996, kemudian dilanjutkan ke SD 01 Baso dan tamat pada tahun 2002. Setelah itu memutuskan untuk fokus mendalami ilmu-ilmu keislaman di MTI Canduang dan tamat pada tahun 2009. Setahun kemudian ia meneruskan petualangan intelektualnya di program S1 Fakultas Dirasah Islamiyyah UIN Syarif Hidayatullah dan Darus-Sunnah International Institute For Hadith Sciences Jakarta. Berharap semoga bisa menjadi orang yang bermanfaat untuk manusia lain dan diredoi orang tua dan tuhannya, amien.! Fokus kajiannya sekarang "al-Muhaafazhah A'la al-Qadiimi al-Shaalih, wa al-Akhdzu bi al-Jadiidi al-Ashlah".

Terima kasih atas kunjungannya.........!!!!!!

نحمدك اللهم منزل الآيات تبصرة لأولى الألباب ورافع الدلالات عبرة لتزيل بها عن القلوب الحجاب ونشكرك شرعت الحلال والحرام وأنزلت الكتاب وجعلته هدى لكل خير يرام ونصلى ونسلم على سيدنا محمد المؤيد من الله بأجلى النيرات والساطع نوره في أفق الهداية بما يزيح الريب والمدلهمات وعلى آله خير آل وأصحابه ومن لهم مقتف أوموال