Doktrin Islam sebagai
agama yang cinta damai kembali terusik. Aksi teror yang terjadi di jalan
Thamrin bulan
kemaren kembali disangkutpautkan dengan Islam. Hal tersebut
ditambah lagi dengan beberapa data yang diungkap oleh pihak berwenang yang
meneguhkan bahwa pelakunya adalah seorang muslim. Pertanyaannya sekarang
adalah, apakah ini sandiwara -meminjam bahasa Kyai Ali Mustafa Ya’qub dalam
sebuah tulisannya- dalam rangka mendiskreditkan Islam ataukah sikap tersebut
memang tergolong sebagai salah satu karakteristik ajaran Islam yang membuatnya
harus dikritik -meminjam bahasa Ulil Abshar Abdalla dalam bukunya Menyegarkan
Kembali Pemikiran Islam?-
Sudah jamak diketahui
bahwa Islam merupakan agama cinta yang diturunkan sebagai rahmat untuk alam
semesta. Ia diturunkan bukan hanya untuk umat Islam semata, akan tetapi untuk
manusia secara merata. Firman Tuhan dan sabda Rasul-Nya
sudah banyak dikutip oleh para peneliti dalam rangka membuktikan fakta
tersebut, akan tetapi entah kenapa para manusia bermental teroris selalu saja
mendapat celah dari beberapa doktrin Islam yang bersifat tentatif dan
kondisional menjadi dasar atas gerakan mereka. Iming-iming pahala jihad dan sorga telah
mendorong mereka untuk melakukan perbuatan konyol tersebut.
Salah satu di antara
doktrin yang sering disalahpahami tersebut adalah hadis yang diriwayatkan oleh
Sahabat Abi Hurairah di mana beliau menceritakan bahwa Rasulullah
melarang umat Islam untuk memulai salam kepada non muslim (Yahudi dan Nasrani)
serta jika umat Islam berpapasan dengan mereka di sebuah jalan agar memaksa
mereka untuk menepi ke jalan yang sempit. Hadis ini dinilai sahih oleh sebagian
besar ahli hadis seperti Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan Imam Tirmidzi. Sementara
Imam al-Bukhari meriwayatkannya dalam kitab al-Adab al-Mufrad dengan
jalur yang sama yaitu dari Sahabat Abu Hurairah.
Secara
literal hadis tersebut terkesan rasis dan dikriminatif. Umat Islam digambarkan
sebagai kelompok superior, sementara umat lain adalah kelompok inferior yang
layak untuk dipinggirkan. Hadis ini juga seringkali dikaitkan dengan sebuah
riwayat lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan al-Daraquthni yang
menyebutkan bahwa Islam adalah agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih
tinggi darinya. Bagi mereka yang tergesa-gesa dalam memahami teks agama akan
langsung menyimpulkan bahwa kedua hadis tersebut cukup menjadi bukti bahwa
Islam melegalkan sikap keras terhadap non muslim, padahal sebenarnya masih
banyak ayat dan hadis lain yang justru melarang sikap tersebut.
Imam
al-Thabari melalui sebuah riwayat yang berasal dari Sufyan Ibn ‘Uyainah
menyebutkan bahwa boleh memulai salam terhadap kafir zimmi karena
mengamalkan keumuman firman Allah yang terdapat dalam Surah al-Mumtahanah ayat
ke-7, “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula
mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil ”. Ayat ini juga dikutip oleh Yusuf al-Qardhawi dalam karyanya Fi
Fiqh al-Aqalliyat al-Muslimah dalam membolehkan umat Islam untuk
mengucapkan salam kepada non muslim sebagai upaya menjaga perdamaian antar umat
manusia.
Begitu juga dengan Ibn
Hajr al-Atsqalani ketika menjelaskan hadis di atas mengkomparasikannya dengan riwayat
lain yang berasal dari Ibn Abi Syaibah dari jalur ‘Aun ibn Abdillah, dari
Abdillah ibn Ka’ab bahwasanya ia pernah bertanya kepada Umar Ibn Abd al-Aziz
tentang hukum memulai salam terhadap kafir zimmi, lalu beliau menjawab,
“kita balas salam mereka tanpa memulainya karena mengamalkan Surah
al-Zukhruf ayat ke-89, “maka berpalinglah dari mereka (orang-orang kafir
tersebut) dan ucapkan salam (selamat tinggal)”. Demikian juga dengan sebuah
riwayat yang berasal dari Abu Umamah di mana ia selalu memberi salam terhadap
siapapun yang ia temui. Ketika ditanya terkait persoalan tersebut, ia menjawab,
“sesungguhnya Allah menjadikan salam sebagai bentuk penghormatan bagi umat
lslam dan perdamaian untuk non muslim di antara kita”.
Memang benar, beberapa ulama seperti Imam
Nawawi, Abu Thayyib Abd al-‘Azim Abadi dan Syekh al-Mubarakfuri ketika mengomentari hadis di atas secara mandiri
(tanpa komparasi dengan hadis lain) menganggap bahwa hadis tersebut hanyalah
salah satu dari upaya penjagaan terhadap akidah dan pemuliaan terhadap agama
Islam. Hal ini dapat dimaklumi karena orientasi mereka di sini hanya untuk
menjelaskan maksud literal dari hadis yang ada, namun ketika dikomparasikan
dengan hadis lain pasti akan menghasilkan pemahaman yang berbeda sebagaimana
yang sudah diuraikan. Karena realitanya tidak ada satu ayat atau hadis pun
kecuali ditemukan penjelasannya dari ayat atau hadis yang lain.
Berdasarkan
riwayat-riwayat tersebut, maka tidak benar kiranya Islam mengajarkan segala
bentuk kekerasan kepada umat lain yang tidak menganggu keberadaan mereka.
Jangankan untuk membunuh non muslim, menyakiti mereka saja dianggap sebagai hal
yang sangat terlarang dalam Islam. Begitu juga dengan perlakuan dikriminatif
dengan menyempitkan jalan mereka sebagaimana yang ada dalam makna literal hadis
di atas. Imam al-Qurtubi, sebagaimana yang dikutip oleh Ibn Hajar, memahami
kata-kata “menyempitkan” pada hadis tersebut dengan “menghindar” dari mereka.
Artinya tidak dibenarkan bagi seorang muslim untuk menghindar dari jalan yang dilalui
oleh non muslim ketika berpapasan sebagai bentuk penghormatan terhadap mereka
sebagai sesama manusia.
Kalaupun hadis itu
dimaknai secara literal, maka hal tersebut harus dipahami secara tentatif dan
kondisional, yaitu menggunakannya dalam kondisi perang, bukan dalam kondisi
damai. Hal ini karena Rasulullah dan sahabat (sebagaimana tersebut dalam
riwayat di atas) tidak pernah dan selalu mendiskriminasikan semua non muslim.
Bahkan beliau menjalin hubungan yang sangat baik dengan orang Yahudi dan Nashrani
yang berada di Mekah ataupun Madinah pada masa hidupnya. Selain itu, sebagian
umat Islam saat ini juga ada yang tinggal di beberapa Negara Eropa dan Amerika
yang notabenenya merupakan non muslim. Bisa dibayangkan betapa sulitnya mereka
dalam menjalankan ajaran Islam kalau hal yang sama juga dilakukan oleh umat non
muslim tersebut kepada mereka yang berada di sana. Allahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon kritik dan sarannya.!