Bagaimana menyikapi perbedaan…??

Sudah menjadi sebuah sunnaatullah bahwa segala sesuatu yang ada dialam ini, Allah ciptakan dalam bentuk dan rupa yang beraneka ragam, beliau ciptakan langit dan beliau pasangkan ciptaan itu dengan bumi yang diantara keduanya terdapat perbedaan yang sangat jauh, bumi beliau hamparkan dengan segala isinya berupa manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan yang masing-masingnya juga memeliki perbedaan antar satu sama lain, seperti manusia yang mempunyai bentuk wajah dan postur tubuh yang berbeda-beda, ada yang tinggi dan ada yang rendah, ada yang gemuk dan ada yang kurus, serta dengan warna kulit yang juga bermacam-macam ada yang putih, ada yang hitam, hitam manis dan sebagainya. Begitu juga halnya dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan yang tidak terhitung jumlah dan speciesnya. Tidak kalah dengan bumi, langitpun beliau hiasi dengan berbagai bintang dan benda langit lainnya seperti bulan, matahari, planet-planet dan lain sebagainya. Realita perbedaan itu Beliau patenkan dalam firmanNya dalam surat Al-Ruum ayat ke 22.

Melihat relitas yang seperti itu maka dapat kita ambil garis merahnya bahwa perbedaan tidak akan mungkin kita lenyapkan dari kehidupan ini, perbedaan adalah suatu yang kekal abadi dan tidak mungkin bisa dimusnahkan. Penulis pernah bertanya perihal kenapa kok bisa manusia mempunyai bahasa yang berbeda-beda padahal asal mereka adalah satu, yaitu dari nabi Adam dan Hawa. Asal yang satu itu pasti dengan bahasa yang satu pula, karena tidak akan mungkin mereka dan keturunanya bisa berkomunikasi dengan bahasa yang tidak saling mereka pahami, beberapa orang telah mengajukan jawaban yang berbeda-beda, ada yang mengatakan bahwa itu dipengaruhi oleh perbedaan kultur daerah tempat tinggal sehingga menimbulkan istilah-istilah baru yang belum ditemukan sebelumnya, namun jawaban ini masih kurang logis karena belum bisa menjawab pertanyaan kenapa kok perbedaan itu bisa jauh seperti itu, seperti adanya perbedaan yang sangat jauah antara bahasa-bahasa yang ada didunia ini, bahasa inggris sangat contras bedanya dengan bahasa arab, begitupun bahasa mandarin sangat berbeda dengan bahasa melayu dan lain sebagainya.

Ada juga yang mengemukakan pendapat bahwa keragaman bahasa itu muncul semenjak zamannya nabi Nuh AS, ketika terjadi banjir besar yang menenggelamkan seluruh dunia pada waktu itu, beliau merekrut beberapa orang pengikut yang mempunyai bahasa yang berbeda-beda, dan akhirnya berkembang dari waktu kewaktu menjadi puluhan dan bahkan ratusan bahasa. Di Indonesia saja terdapat 360an bahasa daerah yang tersebar diseluruh daerah di Indonesia, belum lagi dinegara-negara lain. Nah dari sekian banyak jawaban akhir dari pencarian penulis adalah perbedaan bahasa adalah suatu sunnatullah yang tidak bisa ditepis eksistensinya sebagai salah satu tanda keagungan Allah SWT.

Dalam perbedaan yang seperti ini mayoritas manusia hampir sepakat mengatakan bahwa tidak satupun diantara mereka yang menolak adanya perbedaan bentuk manusia, hewan, bumi, langit, bahasa dan lain sebagainya itu. Kita menganggap bahwa perbedaan itu adalah lumrah dan terkadang perbedaan itu menimbulkan keindahan dalam penglihatan mata bagaikan pelangi yang berwarna-warni menghiasi langit Allah SWT. Namun yang menjadi problem pada zaman sekarang adalah bagaimana kalau perbedaan itu menyangkut kepercayaan, mengenai agama dan keyakinan.

Inilah yang menjadi problem besar yang menghantui Negara kita akhir-akhir ini. Peristiwa penyerangan dan penghancuran gereja yang terjadi diceukesik, Pandeglang, Banten yang menyebabkan beberapa orang meninggal dan penghancuran gereja yang terjadi di Temanggagung beberapa hari yang lewat serta ditambah lagi dengan penyerangan terhadap sebuah Pesantren Syiah di Pasuruan Jatim 3 hari yang lewat adalah bukti kongkrit sebegitu parahnya problem perbedaan di Negara ini. Hal ini sangat kita sayangkan dan sama sekali tidak kita inginkan dalam kehidupan beragama dinegara yang majemuk ini.

Berbagai pendapat bermunculan terkait dengan tragedy tersebut, mulai dari muslim konservatif, sampai kepada muslin liberalis ikut berbicara dalam rangka merespon peristiwa-peristiwa tersebut, dan sampai sekarang saya melihat tidak adanya titik temu diantara pendapat mereka. Mereka yang dicap sebagai muslim tradisional mengatakan bahwa Ahmadiyah itu adalah suatu ajaran yang menyimpang dari ajaran Islam dan dikecam sebagai aliran yang sesat lagi menyesatkan yang tidak pantas dikatakan sebagai agama islam, karena ajarannya yang begitu berseberangan dengan Islam.

Pendapat seperti ini juga dikeluarkan oleh MUI Pusat dalam fatwa tahun 2005 sebagaimana yang diungkap oleh Prof.Dr.Mustafa Ya’qub beberapa hari yang lalu (siaran langsung TVONE via telepon dengan beliau). Sementara itu kalangan muslim yang dicap sebagai liberalis (oleh sebagian pihak) mengatakan bahwa pencapan sesat suatu golongan terhadap golongan lain tidak selayaknya terjadi, karena satu-satunya zat yang berhak menentukan sesat atau tidaknya suatu golongan hanyalah Allah SWT sebagai sang pemilik syariat, dan nabi Muhammad SAW kalau beliau masih hidup. Karena kebenaran yang ada pada manusia adalah kebenaran relative yang mengakibatkan sebagian mereka tidak berhak mengatakan sesat yang lain. Selain itu mereka juga berdalih bahwa undang-undang telah menjamin adanya kebebasan beragama dinegara kita Indonesia ini yaitu pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD tahun 1945.

Kedua asumsi ini mempunyai perbedaan yang sangat kontras dan sulit untuk disatukan. Kita tidak akan menisbatkan diri kita kepada golongan manapun tapi kita akan mencoba untuk menalaah bagaimana perbedaan pendapat itu bisa kita satukan dan menghasilkan keputusan yang bisa mendamaikan perbedaan yang muncul dinegara ini khususnya dalam persoalan keyakinan. Sebuah kesalahan yang banyak terjadi dinegara kita ini adalah kurangnya dialog untuk mendiskusikan perbedaan yang ada, sehingga menimbulkan miscomunication yang cendrung mengarah ke arah kekerasan. Yang banyak dinegara kita ini adalah klaim praduga bersalah sebelum menyelidiki dan memahami apa hakikat perbedaan yang sebenarnya.

Kebanyakan kita hanya mengenal masalah secara sepihak dan praktis, sehingga terkesan menganggap orang lain salah dan hanya kita yang benar. Kita sangat yakin dan percaya bahwa agama Islam yang kita anut adalah agama yang benar dan yang paling benar. Kita juga sepakat dalam iqrar bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad itu adalah utusan Allah. Namun kita juga secara bersamaan tidak akan memerangi golongan dan agama lain yang aqidahnya bertolak belakang dengan kita. Karena Negara menjamin adanya perbedaan agama dinegara Indonesia kita ini. Hal ini juga telah dicontohkan oleh Rasulullah ketika membina masyarakat madinah yang sangat beragam ketika itu. Beliau membuat perjanjian dengan orang-orang Yahudi madinah yang sering kita kenal dengan sebutan Piagam Madinah yang berisikan perjanjian damai tidak adanya saling usik diantara mereka dalam hal keyakinan serta untuk menjalankan ritual keagamaan masing-masing.

Sementara itu pada saat kafir-kafir Quraisy mengajak nabi untuk saling mengunjungi dan beribadah dengan ritual agama mereka maka nabi mengatakan “lakum diinukum wa liyadiin” sebagai konsistensi tidak bolehnya kita sebagai umat islam mengikuti tatacara ibadah orang-orang yang non muslim. Ini adalah sikap tegas nabi yang beliau tunjukkan kepada orang-orang non muslim Madinah yang ada, namun walaupun beliau bersikap tegas, beliau tidak bersikap radikal atau keras terhadap non muslim tersebut dan bahkan mengecam secara keras para sahabat yang bersikap semena-mena terhadap mereka. Ini adalah sikap kita kepada orang-orang yang sudah jelas tidak mengucapkan 2 kalimah syahadat atau dalam kata lain non muslim.

Nah sekarang bagaimana pula dengan sesama muslim tapi berbeda pandangan, salah satu sikap yang sangat pantas dan patut untuk kita contoh adalah sikap dan perkataan Imam Syafii rahimahullah ketika beliau mengatakan bahwa “ra’yi shawaabun yahtamilu al-khathaa, wa ra’yuka khataaun wa yahtamilu al-shawaab (pendapatku benar dan boleh jadi salah, dan pendapatmu salah dan boleh jadi benar). Perbedaan pendapat adalah suatu hal yang wajar dalam Islam, karena banyaknya bentuk-bentuk metodologi yang digunakan dalam memahami nash-nash serta teks-teks agama yang sebagiannya memang multitafsir sehingga untuk menganulir berbagai pendapat tersebut perlu kiranya sifat kritis serta tela’ah yang mendalam serta tidak cepat menyalahkan sebelum bertabayun dengan buku-buku primer ataupun dengan orang yang menyampaikan ide itu sendiri secara langsung. Dan pada akhirnya kita akan mendapatkan suatu klarifikasi yang jelas dalam mengelompokkan pendapat-pendapat tersebut, apakah ia mempunyai pijakan ilmiah yang kuat ataukah itu hanya isu yang dilemparkan untuk menimbulkan syak dalam keberagamaan umat Islam dewasa ini. Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon kritik dan sarannya.!

صاحب الكتابة

Foto saya
Bukittinggi, Agam, Indonesia
Seorang pelajar yang tengah berkontemplasi dalam pencarian jatidiri dan ilmu pengetahuan, walau hingga saat ini ilmu yang dia harapkan terasa masih dangkal dan jauh dari kesempurnaan. Dia lahir pada hari Kamis pagi, tanggal 22 Februari 1990 atau bertepatan dengan 26 Rajab 1410 Hijriah. Diberi nama dengan Yunal Isra bin Syamsul Bahri dan biasa dipanggil dengan sebutan Yunal/Isra/Inal. Pendidikan pertama yang pernah dijalaninya adalah Pendidikan TK pada tahun 1996, kemudian dilanjutkan ke SD 01 Baso dan tamat pada tahun 2002. Setelah itu memutuskan untuk fokus mendalami ilmu-ilmu keislaman di MTI Canduang dan tamat pada tahun 2009. Setahun kemudian ia meneruskan petualangan intelektualnya di program S1 Fakultas Dirasah Islamiyyah UIN Syarif Hidayatullah dan Darus-Sunnah International Institute For Hadith Sciences Jakarta. Berharap semoga bisa menjadi orang yang bermanfaat untuk manusia lain dan diredoi orang tua dan tuhannya, amien.! Fokus kajiannya sekarang "al-Muhaafazhah A'la al-Qadiimi al-Shaalih, wa al-Akhdzu bi al-Jadiidi al-Ashlah".

Terima kasih atas kunjungannya.........!!!!!!

نحمدك اللهم منزل الآيات تبصرة لأولى الألباب ورافع الدلالات عبرة لتزيل بها عن القلوب الحجاب ونشكرك شرعت الحلال والحرام وأنزلت الكتاب وجعلته هدى لكل خير يرام ونصلى ونسلم على سيدنا محمد المؤيد من الله بأجلى النيرات والساطع نوره في أفق الهداية بما يزيح الريب والمدلهمات وعلى آله خير آل وأصحابه ومن لهم مقتف أوموال