Pra Kuliah (bagian 3)

Bahagia yang bercampur Kesedihan         
Dibalik kebahagian kami yang sebagian besarnya dinyatakan lulus dalam ujian, terselip suatu kesedihan yang seakan mengurangi kemenangan pada hari itu. Apa gerangan yang terjadi..??, yaitu salah seorang teman kami yang telah menginspirasi kami untuk terus giat dan rajin belajar yang bernama Eka Saputra mendapat kenyataan yang berbeda dengan kami. Dia dinyatakan tidak lulus dalam ujian nasional yang diadakan kurang lebih satu bulan yang lalu itu. Walaupun dalam ujian pondok, dia lulus dengan nilai yang lumayan memuaskan. Ketidaklulusan Eka otomatis membuat kami tidak terlalu mengobral tawa akibat kebahagian kami, namun kami mencoba untuk menghiburnya sehingga kesedihan dan kebagian menjadi larut dalam campur baur kekompakan kami pada hari itu. Kami hanya bisa menyarankan kepada Eka untuk bersegera mendaftarkan diri untuk mengikuti ujian nasional paket C yang akan diadakan pada minggu depannya lagi setelah perayaan ijazah pondok dilaksanakan. Akhirnya dia bersedia mengikutinya dengan semangat yang alhamdulillah lumayan besar, sehingga kami yang membantupun juga tidak sia-sia.

Dalam ujian paket c itu, kami secara bergantian (penulis sendiri, Irwanto, dan Leo Surya Sarli) membantu Eka untuk mengantarkannya ke tempat ujian yang kebetulan berjarak agak jauh dari pondok penulis, yaitu sekitar 12 kiloan. Selain mengantarkan kami juga menemani Eka dalam proses ujian, karena walaupun ada salah seorang guru perwakilan dari sekolah yang akan membacakan soal ujian kepada Eka, namun tidak dengan penulis lembar jawaban Eka, karena dia tidak bisa menulis, apalagi menghitamkan lembar jawaban yang benar sebagaimana yang kita alami sewaktu mengikuti ujian nasional sekitar 1 bulan yang lewat itu. Kamipun langsung mengambil tempat sebagai pembantu Eka sebagai penghitam jawaban yang benar. Ujian itu berlangsung selama 3 hari saja dan akhir dari ujian itu bihamdillah Eka dinyatakan lulus dan berhak mendapatkan ijazah paket c yang akan keluar kurang lebih 3 bulan setelah ujian tersebut.

Walaupun demikian ketidaklulusan Eka dalam mengikuti ujian nasional setidaknya telah memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap nasib pendidikannya. Sebagaimana yang diketahui bahwa Eka sudah dinyatakan lulus dan diterima di Universitas Al-Azhar Mesir langsung pada saat kami mengikuti test pada beberapa minggu sebelumnya. Akan tetapi walaupun telah dinyatakan lulus, Eka harus melengkapi persyaratan administrasi serta berkas-berkas ducument yang diperlukan untuk pendaftaran ke Azhar. Salah satu dari persyaratan itu adalah pelampiran ijazah aliyah asli keluaran depag sebagai bukti lulus dari jenjang aliyah, akan tetapi sayangnya Eka tidak memilikinya. Inilah nantinya yang menjadi salah satu tantangan Eka untuk kuliah ke tempat yang ia idam-idamkan. Adapun cerita jelasnya insyaAllah akan penulis jelaskan dibagian selanjutnya.he
           
Adapun peristiwa kedua, yaitu perayaan pemberian ijazah pondok, kembali penulis bisa mempersembahkan hasil yang terbaik buat kedua orangtua hamba. Alhamdullah dalam wisuda tersebut penulis mendapatkan rangking satu dari 100 orang wisudawan yang lulus pada tahun 2009 tersebut. Perlu diketahui juga bahwa penulis dengan teman-teman semuanya dibagi menjadi 3 kelas, 2 kelas untuk jurusan IPS dan 1 kelas untuk jurusan IPA. Kebetulan karena IQ yang rendah dan kemampuan analisis yang kurang memadai (maklum.hehe), penulis memilih jurusan IPS yang menjadi jurusan favorit ketika itu. Pembagian jurusan seperti itu hanya berlaku untuk kurikulum aliyah saja yang berindukkan kepada departemen agama RI. Sementara itu dalam kurikulum tarbiyah kami dianggap satu kelas semua yang jumlahnya genap seratus orang. Dan alhamdulillah juga berkat I’nayah Allah penulis dipercayakan teman-teman untuk memberikan sepatah dua patah kata atau yang lazim disebut dengan pidato dengan menggunakan Bahasa Arab didepan seluruh wali murid, guru-guru, teman-teman, serta tamu-tamu undangan yang hadir pada saat itu. Hal itu juga menambah prestasi tersendiri bagi penulis buat orangtua penulis, karena pada saat itulah penulis bisa mengucapkan rasa terima kasih kepada keduanya secara langsung, karena biasanya dalam waktu-waktu biasa, penulis agak malu dan nervest untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada keduanya, lantaran tradisi seperti itu tidak biasa dalam keluarga penulis.
           
Selain itu pada hari perayaan pemberian ijazah, teman kami Eka Saputra juga mendapatkan kebahagian tersendiri. Betapa tidak berita kelulusan Eka pada saat test beasiswa kedubes Mesir waktu itu, langsung diumumkan oleh bapak Raisul A’mm MTI Canduang yang kebetulan pada saat itu langsung memberikan ijazah ilmu kepada kami semua. Skenarionya telah beliau atur sendiri, yaitu pada saat nama Eka dipanggil untuk mengambil ijazah ke atas panggung, maka pertama kali bapak rais memperkenalkan Eka keseluruh audiens yang hadir pada saat itu. Beliau juga menjelaskan bahwa Eka adalah salah seorang alumni angkatan 2009 ini yang secara resmi telah dinyatakan lulus untuk melanjutkan pendidikannya ke Universitas Al-Azhar Mesir. Berita itu tak pelak telah membuat nama Eka dikenal oleh seluruh hadirin yang hadir pada saat itu. Bahkan sampai-sampai salah satu stasiun televisi lokal sempat mewawancarai Eka pasca selesainya acara yang kemudian disiarkan sebagai berita utama selama seminggu lamanya. Hal itu membuat hati Eka sangat bahagia sekali, termasuk kami juga merasakan kesalutan yang luar biasa terhadap Eka, sosok yang mempunyai azam dan cita-cita yang tinggi itu. Eka sendiri sangat bersyukur dengan pemberitahuan itu, karena selain tahaddust bi al-ni’mah, hal itu bisa memotivasi teman-teman serta adik-adik kelas lain untuk bisa berprestasi lebih baik lagi dimasa-masa. Selain itu juga pemberitahuan itu bisa memudahkan Eka dalam usaha pencarian dana tambahan buat keberangkatannya ke Mesir nantinya. Sebuah kisah yang sangat mengharukan…!!!^_^
           
Setelah dua peristiwa yang sangat bersejarah buat hidup penulis itu berlalu, ingatan penulis kembali dibayangi oleh bayang-bayang test Mesir yang dahulu. Hal yang sama juga dirasakan oleh 3 orang teman penulis yaitu Leo, Hengki, dan Eka tentunya. Kami mencoba untuk menghubungi teman-teman MAPK yang biasanya sering dapat info duluan dari kami mengenai informasi-informasi terbaru, namun mereka juga mengaku belum memperoleh info sama sekali. Kami juga bertanya langsung kepada Kak Rezky Daswir, senior MAPK yang senantiasa membantu kami selama mengikuti tes di Jakarta juga mengatakan belum dapat informasi mengenai hal itu. Padahal waktu itu hasil test tersebut dijanjikan akan diumumkan sebulan setelah tes, tapi nyatanya sampai sekarang (penulis lupa tanggal pastinya) masih belum keluar. Berbagai cara kami tempuh guna untuk mencari informasi kapan pemberitahuan itu akan diumumkan, seperti browsing internet, nelpon langsung ke Kedubes Mesir di Jakarta, dan usaha-usaha lainnya, akan tetapi juga belum membuahkan hasil.
           
Salah satu penyebab pentingnya pengumuman itu bagi kami adalah untuk menentukan planning kedepan kalau-kalau kami dinyatakan tidak lulus dalam test tersebut. Dan juga untuk mempersiapkan diri dan dana manakala kami diputuskan lulus dalam test. Namun harapan kami nampaknya belum menemukan hasil, sehingga satu-satunya cara yang dapat kami lakukan hanyalah menunggu dan menunggu sembari berdoa semoga Allah mendengarkan doa kami dan memberikan hal yang terbaik kepada kami. Beberapa hari setelah itu beredar isu yang mengatakan bahwa hasil keputusan test tersebut sudah diumumkan dan berkas pengumuman itu langsung ditempel di depan gedung Kedubes Mesir di Jakarta. Isu tersebut membuat kami sangat penasaran, karena sampai saat itu belum ada orang yang memberikan informasi secara pasti kepada kami mengenai hal tersebut. Pada hari itu, Senin siang yang bertempat dirumah penulis, kami berkumpul bersama demi hanya untuk menunggu kepastian dari pihak kedubes. Kami berencana untuk menelepon langsung pihak kedutaan dan menanyakan apakah nama-nama kami ada dilampiran pengumuman tersebut atau tidak. Karena kami tidak siap dan tidak cukup sabar terkatung-terkatung dan digantung dengan informasi yang tidak kunjung jelas itu.
           
Tapi sebelum hal itu kami lakukan, tiba-tiba informasi yang cukup mengejutkan datang dari salah seorang teman dari MAPK Padang Panjang. Informasi itu diklem berasal dari pihak kedutaan sendiri dan dikirim oleh orang yang memang sangat kami yakini kebenarannya yaitu Kak Rezki Daswir. Berita itu mengungkapkan bahwa dari 23 orang kami yang ikut test dari padang, hanya 3 orang yang dinyatakan positif lulus. 3 orang tersebut adalah Imam Mujaddid dari MAPK Padang Panjang, Yahya Ibrahim dan Fatimah Insani Zikra dari Diniyyah V Jurai Sungai Puar. Sementara teman-teman yang lain belum ada kepastian apakah mereka lulus atau tidak. Mendengar berita tersebut, terus terang penulis agak merasa kecewa, bukannya penulis tidak mau menerima keputusan tuhan, namun usaha yang penulis lakukan untuk test tersebut sudah terasa cukup maksimal, walau persiapannya agak bersifat instans dan sangat pendek.
           
Karena masih merasa penasaran akan kebenaran berita itu, penulis mencoba untuk memastikan berita tersebut dengan menghubungi langsung sumber utama pembawa berita yaitu Kak Rezki Daswir yang kebetulan pada saat itu tengah berada di Kedubes Mesir. Dengan modal pulsa yang hampir sekarat penulis telepon beliau dan mencoba untuk mendapatkan berita sebanyak mungkin dari beliau. Ternyata setelah mendengar keterangan beliau, berita yang penulis dapat dari teman-teman MAPK itu ternyata memang benar adanya. Akan tetapi beliau memberi tambahan berita tentang sebuah nama yang belum diketahui orangnya dan dia berasal dari Padang. Nama itu tulisannya tidak jelas, namun berkemungkinan bernama Bunil Yusri bin Syamsul Bahri. Hal itu sebagaimana yang diungkapkan langsung oleh mediator khusus yang telah ditunjuk oleh pihak Kedubes yang bernama Buk Sri Sabbahatun untuk mengurusi berkas-berkas dari mereka yang lulus tes, tutur kak Rezki. Mendengar berita itu penulis merasakan suatu suatu angin segar yang positif. Karena penulis berfirasat bahwa nama yang tidak jelas itu adalah diri penulis. Penulis bukannya narsis atau terlalu berharap sesuatu yang tak mungkin, tapi entah kenapa hati ini cendrung mengatakan bahwa nama itu ada penulis sendiri. hal itu mengingat adanya nama Syamsul Bahri yang tertera dibelakang nama tersebut, yang mana nama itu tak lain dan tak bukan adalah nama bapak penulis sendiri. itulah setidaknya satu bukti yang menjadi penguat sangkaan penulis. Tapi a’la kulli haal penulis menyerahkan segalanya kepada Allah, Beliau yang lebih tahu dengan apa yang terbaik bagi penulis.
           
Siang itu penulis bersama teman-teman merasakan suatu keputusan yang lumayan mengecewakan, namun disamping itu memberikan kesempatan bagi kami untuk membuat planning baru terkait dengan kelanjutan pendidikan kami. Hengki berencana untuk memperkenankan usulan yang pernah disampaikan oleh Bang Ashfi sewaktu kami kembali dari test Kedubes di Jakarta. Ia tertarik dengan tawaran pesantren Darussunnah yang bisa sekaligus dijalani berbarengan dengan UIN kalau seandainya dia dinyatakan lulus dalam test masuk kesana. Leopun mempunyai rencana untuk melanjutkan pendidikannya di universitas lokal yang terletak tak jauh dari pondok penulis, yaitu STIT (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah) Aur Kuning Bukittinggi sambil bekerja dikantor salah seorang udanya.

Adapun dengan Eka Saputra, teman kami yang satu itu sedikit mendapatkan angin segar daripada kami yang bertiga. Karena sejak awal test dia sudah dinyatakan lulus test oleh duta besar Mesir sendiri yaitu Syekh Yahya Ibrahim dan berhak untuk melanjutkan pendidikannya di universitas Azhar Mesir yang sangat dibanggakan itu. Hanya saja sedikit yang membuat dia bimbang, tentang kepastian kelulusan dia yang tidak sempat disinggung oleh Kak Rezki Daswir barusan. Dia ragu-ragu perihal apakah dia benar-benar dinyatakan lulus atau tidak. Kalau iya, pertanyaannya adalah kenapa namanya tidak disebut dalam pemberitahuan tersebut sebagai salah seorang yang lulus test. Kalau tidak, pertanyaannya kenapa dahulunya kedubes Mesir itu menyatakan dia diterima secara langsung tanpa test. Apakah itu hanya retorika semata ataukah benar adanya..? pertanyaan itu mungkin yang terlintas dalam benak teman kami yang punya azam tinggi itu. Tapi kami berusaha untuk meyakinkan dia bahwa dia termasuk dari mereka yang lulus. Alasan kenapa namanya tidak disebut dalam lampiran pengumuman mungkin saja lantaran kelalaian Kak Rezki dalam melihat pengumuman, atau malahan lantaran kelulusan Eka yang bisa dikatakan sudah pasti itulah yang menyebabkan namanya tidak dicantumkan lagi, karena kalau boleh meminjam istilah yang dipakai dalam ilmu tauhid yaitu tahshiilu al-hashil, maka penyebutan nama Eka dilampiran pengumuman tersebut hanyalah menetapkan sesuatu yang telah tetap, sehingga tidak ada gunanya lagi.hehe
           
Sore itu kami akhiri musyawarah bersama yang bertempat di kediaman penulis. kamipun setidaknya pada hari itu telah lega, karena telah jelas hitam dan putih kelulusan kami. Walaupun penulis pribadi masih mempunyai harapan supaya lulus dalam test tersebut, karena firasat kuat penulis terhadap nama Bunil Yusri yang belum diketahui orangnya itu. Hal itupun penulis ceritakan kepada kedua orangtua penulis dan sebagian keluarga dekat penulis, akan tetapi hampir seluruh mereka berpendapat sama dengan penulis, yaitu optimis kalau-kalau nama Bunil Yusri itu adalah diri penulis sendiri. apalagi ketika penulis menyampaikan adanya nama Syamsul Bahri dibelakang nama Bunil tersebut, yang mana nama itu sama dengan nama bapak penulis yang kebetulan juga bernama Syamsul Bahri. Akan tetapi sekali lagi semuanya adalah rahasia Allah, penulis tidak dapat berbuat apa-apa untuk memastikannya. Akan tetapi pada malam harinya, ada usulan dari ibu penulis untuk menghubungi mediator yang sempat diceritakan oleh Kak Rezki Daswir tersebut. Mana tahu mediator tersebut mendapatkan keterangan lebih mengenai nama yang kurang jelas tersebut. Penulispun menanggapinya dengan positif dan berencana untuk menghubungi Ibu Sri Sabbahatun itu pada pagi besoknya, karena pada waktu itu telah malam dan biaya pulsa untuk nelponpun lumayan boros.
           
Pada keesokan harinya, yaitu hari Selasa kalau penulis tidak salah, tepat pada jam setengah 6 subuh, saran yang sempat disampaikan oleh ibu penulis semalam akhirnya penulis laksanakan. Beberapa kali nomor ibu Sri Sabbahatun tersebut penulis hubungi, akan tetapi belum juga ada jawaban. Pada panggilan yang ke-3 akhirnya telpon penulispun dijawab oleh beliau, dan penulispun menanyakan keraguan yang penulis rasakan sejak kemarin sore kepada ibuk tersebut. Rupanya setelah bercerita panjang lebar, akhirnya ibu itu minta waktu sebentar untuk mengecek ulang nama-nama mereka yang lulus serta terlampir dalam surat keputusan yang berada ditangan beliau. Setelah menunggu beberapa saat dalam kondisi yang degdegan bercampur sebuah harapan akhirnya ibu tersebut bilang “NAMA SAUDARA TIDAK ADA DALAM SURAT KEPUTUSAN INI”. Mendengar jawaban tersebut, penulis diam sejenak kemudian mengucapkan terima kasih kepada ibu itu atas bantuannya dalam memberikan informasi kelulusan tersebut. Setelah telpon penulis tutup, berakhirlah sudah harapan penulis untuk melanjutkan pendidikan ke Azhar. Penulis harus menyimpan dan mengubur dalam-dalam keinginan untuk kuliah kesana mulai saat itu. Karena ternyata nama Bunil Yusri tersebut bukanlah penulis, walaupun penulis tidak sempat menanyakan kejelasan nama tersebut pada saat menelepon barusan. Akan tetapi penulis talah menutup rapat pintu hati dan keinginan penulis untuk membahas persoalan itu lagi.
           
Setelah itu, ibu penulis yang kebetulan berada di rumah pada saat itu langsung menanyakan kepada penulis bagaimana hasil tabayun yang baru saja penulis lakukan dengan mediator ibu Sri Sabbahatun tersebut. Penulispun menceritakan percakapan penulis dengan beliau dengan detail kepada ibu, dan akhirnya beliau hanya bisa menyabarkan penulis dan terus memotivasi penulis agar tidak putus asa serta patah semangat dengan hasil tes tersebut. Begitupun dengan bapak penulis juga berkata tidak jauh berbeda dengan apa yang dinasehatkan oleh ibu penulis. berakhirlah sudah petualangan pada hari itu. Bersambung….!!!

Membuka Lembaran Baru
Menanggapi nasehat yang disampaikan oleh Ibu dan bapak penulis barusan, akhirnya penulis mulai untuk berfikir ulang untuk menata kembali planning pendidikan yang akan penulis jalani kedepan. Karena menurut penulis tidak ada gunanya penulis berlarut-larut dalam kekecewaan terhadap hasil keputusan test Mesir yang baru saja diumumkan itu. Penulis menancapkan keyakinan kedalam hati penulis perkataan bahwa Azhar bukan satu-satunya tempat untuk menuntut ilmu, masih banyak tempat-tempat lain yang tidak kalah pamornya dari universitas Al-Azhar ataupun bahkan lebih baik darinya. Penulis berusaha untuk bisa menjalani kuliah nantinya walaupun didalam negeri tapi dengan hasil yang lebih baik dari mereka yang lulus kesana. Itu tidak mustahil dan bahkan suatu hal yang mesti harus penulis usahakan, tentunya dengan mengharap pertolongan Allah juga. Karena tidak ada daya bagi penulis dan begitu pula upaya melainkan bersama Allah SWT, satu-satunya tuhan yang penulis yakini dan percayai keberadaan dan kekuasaanNya.

Tanpa sengaja, pikiran penulis melayang dan teringat dengan usulan Bang Ashfi (senior penulis di MTI yang waktu itu sedang kuliah di UIN Jakarta) mengenai tawaran kuliah di UIN Syarif dan Pesantren Darussunnah Jakarta. Penulis berfikir tidak ada salahnya usulan tersebut penulis pertimbangkan dan musyawarahkan dengan keluarga. Karena sependek pengetahun penulis pada waktu itu, UIN Syarif merupakan UIN terbaik yang ada di Indonesia karena terletak di dekat pusat kota besar Jakarta dan kualitas system pendidikannya yang lebih bagus dari Uin-uin lain se-Indonesia. Akhirnya pikiran itu penulis utarakan kepada ibu dan bapak penulis, dan keduanya merespon positif rencana yang akan penulis coba untuk menjalaninya itu. Hal itu membuat semangat penulis yang sebelumnya agak kendor lantaran “trauma” dengan keputusan test Mesir itu kembali bergelora kembali. Penulis berharap kali ini penulis harus lulus dan kuliah dengan hasil yang melebihi kualitas mereka yang lulus ke Mesir itu. Lebay.com..hehe
           
Pra Keberangkatan ke Jakarta
Menindaklanjuti rencana yang telah penulis tetapkan beberapa hari sebelumnya. Dan setelah mencari informasi mengenai pendaftaran dan segala seluk beluk yang berhubungan dengan UIN penulis ketahui, baik melalui informasi dari Bg Ashfi ataupun dari situs UIN yang penulis lihat di internet. Akhirnya penulis bersama Hengki (teman satu angkatan penulis yang akhirnya memutuskan pilihan untuk kuliah di UIN Jakarta juga) memutuskan untuk segera mendaftarkan diri mengikuti test mandiri UIN Syarif yang pada saat itu masih dibuka. Semua tatacara dan prosedur pendaftaran kami jalani dengan manual dan bersemangat. Mulai dari pengisian formulir pendaftaran di situs UIN Syarif, cetak kartu ujian, pengimputan foto, pembayaran uang pendaftaran melalui bank mandiri, dan prosedur-prosedur lainnya. Walaupun sedikit menyita waktu dan tenaga, karena harus mondar-mandir ke warnet dan mesin ATM untuk membayarkan uang pendaftaran, semua hal itu tidak menyurutkan semangat kami untuk berjuang sampai titik darah pengahabisan (lebay.com.hehe) untuk berusaha lulus dalam test kali ini.  
           
Setelah semua hal yang berhubungan dengan pendaftaran selesai kami lakukan, kini tinggal menentukan tanggal keberangkatan ke Jakarta untuk mengikuti test mandiri yang langsung diadakan di kampus UIN Jakarta tersebut. Awalnya kami sedikit bimbang untuk berangkat, karena disamping biaya yang lumayan tinggi dan mahal karena harus naik pesawat terbang, penulis juga harus menyiapkan diri untuk berpisah dengan kedua orangtua penulis selama mengikuti test dan kuliah nantinya kalau seandainya dinyatakan lulus dalam test. Perlu diketahui bahwa selama kurang lebih 18 tahun lamanya, penulis tidak pernah berpisah dengan orangtua. Alasannya karena semenjak SD sampai tamat Aliyah penulis selalu berulang ke rumah dalam artian tidak pernah tinggal di asrama. Hal itu disebabkan karena jarak pesantren yang tidak begitu jauh dengan rumah penulis yang hanya berbatas beberapa rumah penduduk saja dengan jarak yang tidak lebih dari 2 kilo meter. Hal ini tak pelak menyebabkan penulis kurang terbiasa mandiri dan berfikir secara sendiri dalam memutuskan persoalan yang tengah penulis hadapi. Namun perjalanan yang akan penulis jalani ini akan memutuskan ketidakmandirian penulis selama ini. Penulis harus siap dengan hal-hal yang membutuhkan kemandirian penulis seperti mencuci pakaian sendiri, memasak nasi sendiri, membeli lauk buat makan sendiri dan lain-lain sebagainya. Yaa mandiri, itulah kata yang dalam waktu dekat ini harus penulis biasakan. Semoga saja…!!
           
Kemudian setelah semua persiapan selesai baik fisik maupun mental, serta semua rintangan yang menghadang akan penulis hadapi secara jantan, maka mulailah kami melanjutkan rencana untuk membooking tiket keberangkatan ke Jakarta. Test mandiri UIN sebenarnya akan dilaksanakan kira-kira sebulan lagi, akan tetapi kami sengaja berangkat lebih awal, dengan tujuan agar bisa beradaptasi lebih dahulu dengan lingkungan Jakarta yang secara kultur geografis sangat berbeda dengan kondisi di kampung kami di daerah Padang, khususnya daerah Baso, Kab. Agam yang lumayan sejuk dan udaranyapun tidak terlalu kotor dan tercemar. Harga tiket pada waktu itu lumayan mahal, karena kebetulan keberangkatan kami berbarengan dengan liburan sekolah para siswa SD, SMP, serta SMA pasca ujian semester dua yang baru saja selesai mereka jalani. Selain itu, kami juga telah memutuskan untuk tinggal beberapa hari di rumah salah seorang yang dahulunya pernah menjadi tetangga nenek Hengki yang rumahnya tidak begitu jauh dari komplek UIN. Beliau bernama ibu Hafni Muhtar yang waktu itu juga menjadi salah seorang dosen syariah di UIN Syarif Hidayatullah. Beliau juga bersedia untuk menjemput kami ke terminal bus Lebak Bulus pada hari kami berangkat nantinya. Setidaknya dengan itu planning untuk beberapa hari kedepan sudah 90 % bisa dikatakan sempurna. Tinggal sedikit persiapan mental dan fisik yang mudah-mudah sehat sampai nanti waktunya sampai di Jakarta. InsyaAllah…!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon kritik dan sarannya.!

صاحب الكتابة

Foto saya
Bukittinggi, Agam, Indonesia
Seorang pelajar yang tengah berkontemplasi dalam pencarian jatidiri dan ilmu pengetahuan, walau hingga saat ini ilmu yang dia harapkan terasa masih dangkal dan jauh dari kesempurnaan. Dia lahir pada hari Kamis pagi, tanggal 22 Februari 1990 atau bertepatan dengan 26 Rajab 1410 Hijriah. Diberi nama dengan Yunal Isra bin Syamsul Bahri dan biasa dipanggil dengan sebutan Yunal/Isra/Inal. Pendidikan pertama yang pernah dijalaninya adalah Pendidikan TK pada tahun 1996, kemudian dilanjutkan ke SD 01 Baso dan tamat pada tahun 2002. Setelah itu memutuskan untuk fokus mendalami ilmu-ilmu keislaman di MTI Canduang dan tamat pada tahun 2009. Setahun kemudian ia meneruskan petualangan intelektualnya di program S1 Fakultas Dirasah Islamiyyah UIN Syarif Hidayatullah dan Darus-Sunnah International Institute For Hadith Sciences Jakarta. Berharap semoga bisa menjadi orang yang bermanfaat untuk manusia lain dan diredoi orang tua dan tuhannya, amien.! Fokus kajiannya sekarang "al-Muhaafazhah A'la al-Qadiimi al-Shaalih, wa al-Akhdzu bi al-Jadiidi al-Ashlah".

Terima kasih atas kunjungannya.........!!!!!!

نحمدك اللهم منزل الآيات تبصرة لأولى الألباب ورافع الدلالات عبرة لتزيل بها عن القلوب الحجاب ونشكرك شرعت الحلال والحرام وأنزلت الكتاب وجعلته هدى لكل خير يرام ونصلى ونسلم على سيدنا محمد المؤيد من الله بأجلى النيرات والساطع نوره في أفق الهداية بما يزيح الريب والمدلهمات وعلى آله خير آل وأصحابه ومن لهم مقتف أوموال