Pra Kuliah (bagian 5)

Mengikuti Test UIN tahun 2009
Beberapa hari setelah itu, penulis mengikuti test mandiri UIN bersama Hengki Ferdiansyah. Test itu tetap penulis ikuti mengingat penulis telah membayar uang pendaftaran beberapa minggu sebelumnya sebesar kurang lebih 200 ribu dengan pilihan prodi 1 Fakultas Dirasat Islamiyah dan prodi 2 jurusan Tafsir Hadist di Fakultas Ushuluddin. Walaupun telah positif ke Azhar tapi penulis tetap mengikuti ujian tersebut dengan serius dan berharap lulus dengan nilai yang memuaskan. Karena bagi penulis test apapun harus diikuti dengan serius walaupun nantinya penulis tidak mengambilnya. Hasilnyapun alhamdulillah menggembirakan, pas pada saat pengumuman kelulusan diposting di situs UIN, penulis dinyatakan lulus bersamaan dengan Hengki yang juga dinyatakan lulus pada test tersebut dan pada fakultas yang sama yaitu fakultas hasil promosi bg Ashfi, senior penulis tahun 2005 itu.hehe. Akan tetapi penulis tidak sempat mengikuti test masuk Pesantren Darussunnah, karena pada saat test tersebut berbarengan dengan jadwal kepulangan penulis ke kampung halaman kembali, dengan agenda menunggu berita keberangkatan dari pihak Kedubes dan sekaligus mempersiapkan bekal-bekal yang lain, kalau-kalau keberangkatan kami sesuai dengan jadwal yang telah diberitahukan oleh mediator yaitu buk Sri Sabbahatun pada bulan oktober yang akan datang. 

Masa Penugguan yang Tidak Berujung
Setelah kepulangan penulis dari Jakarta pada bulan Agustus 2009 yang lalu, maka beredarlah berita kelulusan penulis untuk kuliah ke Azhar Mesir itu hampir keseluruh warga kampung penulis, guru-guru MTI Candung tempat penulis mondok selama 7 tahun lamanya, teman-teman, serta adik-adik angkatan penulis. Setiap orang yang kenal dengan penulis selalu mengucapkan selamat dan bangga dengan kelulusan tersebut. Mereka selalu bertanya-tanya tentang kapan waktu keberangkatan penulis ke Azhar Mesir sana. Hal itu semakin menyebar pada saat penulis memasuki bulan Ramadhon tahun itu. Karena pada tahun itu penulis kembali bertugas menjadi imam shalat jamaah Surau Umum Baso yang sudah sebulan lebih penulis tinggalkan karena keberangkatan penulis ke Jakarta yang pada awalnya untuk mendaftarkan diri di UIN Jakarta, akan tetapi berubah untuk mempersiapkan berkas-berkas pendaftaran untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar dengan kronologis yang telah penulis ceritakan diatas. Pada bulan Ramadhan tahun itu merupakan waktu terakhir bagi penulis untuk mengabdi terhadap warga masyarakat penulis, karena kalau seandainya jadi diberangkatkan pada tahun ini, maka berkemungkinan besar penulis tidak akan berada di kampung lagi pada tahun depan. Oleh sebab itu penulis sangat memanfaatkan tahun itu untuk mengabdi sepenuhnya buat masyarakat dan guru-guru penulis, sehingga hampir setiap malamnya penulis berkhidmad sebagai pelayan masyarakat pada Ramadhon tahun itu.
           
Setelah bulan Ramadhon 2009 tersebut berakhir, maka semakin dekatlah masa keberangkatan penulis ke tanah Kinanah tersebut. Karena waktu itu telah memasuki bulan September, itu artinya kurang lebih 1 bulan lagi (kalau seandainya janji mereka tepat) penulis akan meninggalkan kampung halaman yang selama kurang lebih 19 tahun telah penulis diami. Kemudian penulis juga memanfaatkan bulan September itu untuk menemui seluruh guru-guru yang telah mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada penulis. Dan respon merekapun sangat positif serta alunan doa dan harapan senantiasa keluar dari mulut-mulut mereka yang membuat hati ini seakan-akan seperti orang yang diharapkan menjadi seorang tokoh reformis pada beberapa tahun yang akan datang. Semoga saja hal itu dapat penulis wujudkan demi balas budi penulis terhadap doa dan seluruh harapan tersebut.
           
Hari demi hari penulis jalani dengan penantian sembari senantiasa mencari informasi dari pihak Kedutaan kalau-kalau ada informasi penting yang berkaitan dengan jadwal keberangkatan. Tapi sampai bulan September itu, mediator tersebut mengatakan belum adanya konfirmasi dari pihak Mesir mengenai pendaftaran dan jadwal keberangkatan. Namun sebagai tambahan informasi mediator tersebut juga mengatakan seluruh berkas kami yang dinyatakan lulus dalam test kemaren sudah dikirimkan ke Mesir dan sekarang hanya menunggu konfirmasi saja dari pihak Azhar. Sehingga kami hanya diminta sabar dan sabar menunggu dalam beberapa bulan ini. Disela-sela penungguan tersebut, penulis bersama teman-teman Sumbar yang lulus seperti Eka Saputra, Imam Mujaddid, Vipne Dzulmayusir, Fatimah Insani Zikra dan Yahya Ibrahim juga sempat mengajukan proposal bantuan dana buat perjalanan ke Mesir ke beberapa instansi pemerintahan yang ada di Sumatera Barat. Diantaranya kantor Gubernur Sumbar dalam hal ini diwakili oleh departement pendidikan Sumbar, kemudian Kakandepag Sumbar di Jalan Sudirman dekat asrama haji lama, kemudian kantor Bupati Agam, Kantor Bazda Agam dan Sumbar. Dan alhamdulillah dari beberapa tempat tersebut kami memperoleh tambahan dana yang lumayan cukup untuk sekedar ongkos pesawat.hehe. Alhamdulillah.
           
Tanpa terasa bulan Septemberpun telah beransur-ansur meninggalkan penulis. sekarang penulis berada di bulan Oktober, yaitu bulan dimana pada bulan itu kami dijanjikan untuk diberangkatkan ke Azhar Mesir oleh pihak Kedubes. Namun anehnya sampai saat itu kami belum juga mendapatkan kejelasan mengenai hari pasti keberangkatan. Dan setiap kami bertanya, baik kepada pihak kedubes ataupun mediator yang bernama ibuk Sri Sabbahatun itu, jawabannya selalu seperti bulan sebelumnya yaitu “sampai saat ini kami belum menerima konfirmasi dari pihak Azhar, jadi tunggu saja ya.!!”, itulah untaian kalimat yang selalu kami dapatkan setiap kali bertanya kepada pihak kedutaan. Tapi untuk kesekian kalinya kami terpaksa harus memperkuat kesabaran kembali, karena tidak ada daya dan upaya dari kami kecuali hanya menunggu. Sementara itu masyarakat penulis yang telah terlanjur mengetahui bahwa penulis akan berangkat pada bulan ini, tak henti-hentinya bertanya kepada penulis perihal keberangkatan penulis ke negeri seberang, namun penulis hanya dapat berkilah “belum ada panggilan pak/buk” seperti itu. Tapi walaupun sudah diajawab seperti itu mereka tetap saja bertanya dan bertanya mengenai hal yang sama. Bahkan ada diantara mereka pada pagi harinya sudah bertanya, kemudian pada sore harinya kembali bertanya dengan pertanyaan yang persis sama saat kebetulan bertemu dengan penulis pada sore harinya. Penulis hanya bisa tersenyum dan menjawab sekenanya saja sembari berdoa kepada Allah semoga penulis dapat berangkat sesegera mungkin.

Hikmah Dibalik Penungguan
Pada bulan November ditahun yang sama tanpa penulis kira sebelumnya nenek dari pihak ibu penulis meninggal dunia. Lantaran kecelakaan yang beliau alami pasca pulang berkunjung dari rumah anak-anak beliau yang berada di belakang stasiun Baso. Ceritanya pada saat beliau berangkat pulang menuju rumah beliau yang terletak sekitar satu kiloan dari rumah penulis, setelah berkunjung kepada seluruh rumah anak-anak beliau yang berada disekitar rumah penulis. Salah seorang sepupu penulis yang bernama Ni Mur, anak dari kakak perempuan ibu penulis berencana untuk mengantarkan beliau ke rumahnya yang kami sebut dengan daerah Ujuang, Baso. Akan tetapi sang nenek menolak untuk diantarkan dengan alasan beliau sanggup untuk pulang sendiri. Sepupu penulispun tidak bisa memaksa, akhirnya pulanglah beliau sendirian dengan berjalan kaki. Pada jam 5 sore di hari itu (Sabtu kalau penulis tidak salah), sebuah mobil parkir disebelah kiri jalan, kebetulan jalan menuju rumah beliau dari rumah penulis itu melewati jalan raya Baso-Batusangkar. Secara refleks beliau berjalan agak ketengah badan jalan untuk mendahului mobil yang tengah sedang parkir tersebut. Tanpa beliau sadari, ternyata tiba-tiba dari arah belakang sebuah motor dengan kecepatan tinggi melaju dan menabrak tubuh beliau dari belakang. Badan beliaupun terpental hingga ketepi jalan sebelah kiri, dengan kepala yang sedikit terbentur ke aspal.
           
Kebetulan kejadian tersebut berada didekat sebuah toko kelontong yang sedang ramai pengunjung. Sehingga seorang laki-laki yang kenal dengan nenek penulis (akan tetapi penulis lupa namanya) langsung mengangkat tubuh nenek penulis dengan seorang sumando penulis (istri sepupu perempuan penulis yang bernama Bang Retno) kesebuah mobil angkot yang distop ditepi jalan oleh mereka. Sang nenekpun dibawa ke rumah sakit Ibnu Sina Bukittinggi dengan kondisi darah yang berlumuran dibagian kepala beliau. Sekitar 15 menit setelah kejadian, seorang kakak perempuan penulis yang bernama Mira Wati menelpon penulis yang kebetulan pada saat itu berada dalam perjalanan dari Bukittinggi untuk belajar qiraat dengan seorang guru qiraat yang terkenal saat itu yang bernama Buya Rusydi Kinan. Karena penulis belum tahu sama sekali dengan berita itu, penulispun bilang tidak mengetahui kejadian itu. Kakak penulispun menceritakan bahwa sebuah kejadian baru saja menimpa nenek penulis, akan tetapi kakak penulis itu belum tau bagaimana kondisi terakhir beliau pada saat itu, dia pikir penulis tahu dengan kondisi nenek kami tersebut. Setelah itu langsung penulis menghubungi bapak penulis dan bertanya perihal kejadian tersebut. Betapa terkejutnya penulis pada saat beliau bilang bahwa kejadian itu memang benar-benar terjadi dan sekarang nenek tersebut sedang dibawa ke rumah sakit Ibnu Sina Bukittinggi “kata beliau”. Penulis tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa semoga beliau tidak apa-apa.
           
Sesampai di persimpangan menuju rumah, penulis melihat bapak penulis dengan seorang kakak perempuan ibu tengah sedang menunggu angkot menuju rumah sakit Yarsi tersebut. Tanpa berfikir panjang penulispun bersegera menghampiri keduanya dan langsung ikut dengan keduanya. Setengah jam kemudian penulis bersama bapak dan kakak ibu tersebut sampai di rumah sakit, setelah shalat magrib terlebih dahulu, penulis langsung membesuk sang nenek yang pada saat itu tengah dirawat di ruang gawat darurat. Penulis melihat sendiri dengan mata kepala bagaimana para perawat itu membersihkan luka-luka yang terdapat di bagian kepala nenek. “Ya Allah selamatkanlah nenek hamba”  kata penulis tak henti-hentinya dalam hati. Penulis sangat menyayangi beliau, karena beliaulah yang sering mendoakan dan memotivasi penulis agar rajin belajar serta sering memanggil penulis ke rumahnya untuk sekedar berbicara ataupun berkunjung kesana. Dan beliau juga seorang yang kuat ingatan, beliau tahu dengan seluk beluk adat dan keturunan keluarga penulis mulai dari ibu sampai nenek ke-7 beliau. Beliau juga rajin mengikuti wirid pengajian setiap Selasa dan Jum’at di Surau Inyiak Jambek Bukittinggi. Dan juga rajin melaksanakan shalat tepat pada waktunya. Penulis hanya bisa berdoa dan berdoa semoga Allah memelihara beliau dan kalau seandainya Beliau akan merenggut nyawa beliau, maka hendaknya dalam kondisi husnul khatimah. Amien ya Rabb..!!
           
Singkat cerita pada malam hari itu penulis bersama keluarga lainnya menginap di rumah sakit, karena sang nenek pada saat itu belum sadarkan diri dan dirawat diruangan ACU. Kondisi beliau agak lemah, kata seorang perawat kepada kami pada malam itu, kami hanya bisa membisikkan kalimat-kalimat tauhid ke telinga nenek, mudah-mudahan saja kalimat tersebut bisa beliau dengar dan beliau ucapkan dalam hati. Malam itu berlalu dengan tegang dan mengharukan sekali. Penulis dengan anggota keluarga lain secara bergantian menjaga beliau yang tengah dirawat bersama-sama pasien lainnya. Tanpa terasa jam sudah menunjukkan jam 5 subuh. Semalam sudah nenek kami berada dalam ketidaksadaran. Pagi itu kembali seorang perawat memeriksa kondisi terakhir beliau, namun kondisinya tidak jauh berbeda dengan kondisi sebelumnya. Pagi itu penulis minta izin kepada anggota keluarga yang lain untuk pulang sebentar ke rumah untuk mandi, makan dan lain-lain. Karena semenjak sore kemaren penulis belum sempat pulang, lantaran langsung berangkat ke rumah sakit sepulang dari rumah Buya Rusydi Kinan. Tepat pada jam 6 pagi itu penulis pulang dengan naik angkot yang ada didepan rumah sakit. Sesampai dirumah penulis mandi, makan, dan kembali bersiap-siap untuk ke rumah sakit kembali.
           
Pas pada jam 7 pagi itu sehabis mandi, tiba-tiba penulis ditelepon oleh kakak perempuan penulis yang bernama Meri Susanti yang kebetulan tengah berada di rumah sakit. Suatu kabar yang tidak pernah penulis sangka-sangka sebelumnya, harus penulis terima, suatu kabar yang membuat hati siapapun yang mendengarnya akan sedih dan menangis. Yaitu tepat pada jam 7 pagi itu, dokter rumah sakit itu telah menvonis nenek kami bahwa beliau tidak bisa diselamatkan lagi. Innaalillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Setengah jam setelah itu, jenazah beliau langsung dibawa ke rumah beliau di Ujuang Baso. Seluruh keluarga sangat bersedih dengan kepergian beliau yang sangat tiba-tiba itu, tak seorangpun dari kami yang berfirasat tentang beliau yang sudah meninggalkan kami buat selama-lamanya. Tapi seorang kakak sepupu penulis yang bernama Mursyida tadi sempat bercerita bahwa tak biasanya sang nenek mengunjungi seluruh rumah anak beliau pada sore hari Sabtu itu. Kemudian beliau makan bersama-sama dengan anak dan cucu-cucunya, dan setelah itu beliau mengalami kecelakaan dan wafat pada keesokan harinya. Mungkin saja beliau telah merasakan sinyal kepergiannya itu sehingga beliau mengunjungi seluruh rumah anak, cucu, cicit, dan kakaknya. Mudah-mudahan saja arwah beliau diterima disisiNya dan dibalasi dengan balasan yang setimbal dengan apa yang telah beliau amalkan selama hidupnya. Amien yaa Rabb..!!
           
Hari itupun penulis dan seluruh anggota keluarga disibukkan dengan penyelenggaraan jenazah beliau. Dan alhmadulillah sempat membantu dalam menyelenggarakan jenazah beliau seperti memandikan, mengafani, menyalatkan (kebetulan waktu itu penulis langsung mengimami shalat jenazah buat beliau), dan menguburkan beliau. Pada malam harinya penulis juga mengikuti prosesi yasinan buat memperingati wafatnya beliau sampai tiga hari lamanya. Setidaknya itulah salah satu hikmah keterlambatan keberangkatan penulis ke Mesir sana, karena dengan itu penulis sempat menunaikan wasiat nenek yang sempat beliau pesankan dahulu secara pribadi kepada penulis untuk menjadi imam pada saat menyalatkan jenazah beliau. Walaupun sedang diliputi dengan kesedihan yang mendalam tapi penulis merasa puas, karena telah berkhidmat sedikit banyaknya terhadap nenek tercinta. Allahumma ighfir laha, wa irhamha, wa aa’fiha, wa u’fu a’nha, wa akrim nuzuulaha, wa wassi’ madkhalaha, wa ij’al al-jannata matswaha. Amein yaa Rabbal A’lamien….!!
           
Pada bulan Januari di tahun 2010 penulis sempat juga berkunjung ke rumah kakak perempuan penulis yang bernama Mira Wati yang tinggal dan bekerja di rumah sakit Eria Bunda Pekanbaru bersama ibu penulis yang bernama Asnimar. Hal itu dimaksudkan untuk sekedar berkunjung dan bertemu dengan keponakan penulis yang bernama Humairatul Ayumi. Serta sempat juga reonian dengan salah seorang teman penulis yang tengah melanjutkan kuliahnya di UIN Suska Pekanbaru waktu itu. Mungkin saja pertemuan penulis pada hari itu dengan kakak dan teman tersebut merupakan pertemuan terakhir sebelum keberangkatan penulis ke Mesir sana yang sampai pada saat itu belum ada kabar pastinya. Sepulang dari Pekanbaru, penulis juga sempat dipesan oleh seorang guru penulis di MTI Canduang untuk menjadi badal beliau mengajar disana, karena berhubung ada satu keperluan yang tidak bisa beliau tinggalkan. Penulispun tidak bisa menolak permintaan beliau, karena beliau adalah guru yang sangat penulis hormati. Nama ustadz itu adalah Ust Zulkifli M.A yang sekarang menjabat sebagai wakil kepala sekolah bidang Aliyah MTI Canduang. Beberapa hari kemudian penulis juga dapat mandat dari beberapa orang guru lainnya seperti Ibu Marina, Ibu Syukriati, dan Ust Bahrul Fadhol untuk menggantikan mereka dalam bidang studi Fiqih, Nahu, Sharaf, Tashawwuf, Mantiq, dan Fiqih Muqaranah. Semenjak itu sampai bulan Juni penulis mengabdikan diri di almamater yang kurang lebih 4 bulan lebih tidak penulis kunjungi itu, karena adanya sedikit perasaan malu dalam hati penulis karena belum juga berangkat ke negeri seberang. Namun pada bulan Januari sampai bulan Juni tersebut penulis kuatkan diri untuk tidak menghiraukan apapun kata orang mengenai penulis yang belum juga berangkat, padahal beberapa bulan sebelumnya penulis telah memberitahukan kepada mereka berdasarkan instruksi dari mediator penulis yang ada di Jakarta bahwa penulis akan berangkat InsyaAllah pada bulan Oktober tahun 2009 yang kemaren, namun sudah berganti tahun penulispun belum juga berangkat.
           
Sekitar bulan Maret ditahun yang sama penulis juga sempat menjadi duta MTI Canduang mengikuti Daurah Syari’yyah yang diadakan oleh Perhimpunan Al-Irsyad sebuah lembaga yang bergerak dibidang sosial dan perbaikan aqidah ummat pada waktu itu. Acara tersebut berlangsung selama lebih kurang 5 hari yang bertempat disebuah hotel di Padang Panjang bersama seorang guru lain yang bernama ust Hamdi Sofyan. Dalam 5 hari itu penulis disuguhi dengan kajian-kajian aqidah yang cendrung mengembangkan aqidah Wahhabi. Hal itu dapat penulis simpulkan dari sekian banyak pemateri yang menjadi narasumber, hampir sebagian besarnya menyampaikan ajaran-ajaran yang selama ini penulis ketahui sebagai fahamnya Wahhabi. Penulis sempat berdebat sengit dengan beberapa orang pemateri persoalan keberadaan Allah di langit dan wajib bagi kita untuk mengimani bahwa Allah itu berada di langit (yang menjadi I’tiqad utama bagi mereka yang berfaham Wahhabi), kemudian persoalan majaz dalam Al-Qur’an, persoalan bid’ahnya memperingati Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, bertariqah, persoalan qiyas, dan masalah-masalah aqidah lainnya. Penulis mencoba untuk mengemukakan beberapa dalil yang sempat penulis baca, hafal, dan tanyakan kepada beberapa orang yang anti Wahhabi. Sebenarnya pada awalnya penulis tidak mempunyai keinginan sedikitpun untuk membuka perdebatan dengan mereka, karena penulis yakin sebanyak apapun dalil yang disampaikan, kebanyakan mereka tidak juga akan mau menerimanya, mereka selalu bersikap apatis terhadap kelompok lain dan cendrung menganggap orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka sebagai orang yang fasiq, pelaku bid’ah, dan bahkan kafir sama sekali. Penulis sangat menyayangkan sikap mereka yang seperti itu, ditambah lagi banyak dalam acara tersebut perwakilan dari pesantren-pesantren salaf yang membiasakan tareqah, peringatan maulid nabi, dan segala hal yang mereka anggap fasiq pelakunya, bersikap diam saja dengan bahasa para narasumber yang tidak mengenakkan hati itu. Bahkan sampai-sampai penulis berfikir dalam hati mengenai diam mereka itu disebabkan karena bersikap tawadu’ terhadap para narasumber ataukah memang pengetahuan mereka mengenai persoalan yang dibahas tidak ada sama sekali, sehingga membuat mereka diam saja terhadap cacian dan makian para narasumber terhadap pelaku amalan-amalan tersebut. Hal itulah yang mendorong penulis untuk sedikit berbicara dan bertanya sebagai perwakilan dari pihak MTI. Setidaknya tujuan penulis hanya untuk membuka wacana supaya para narasumber dan para perwakilan pesantren-pesantren salaf itu dapat berfikir ulang dan membahas persoalan yang disampaikan oleh pemateri dengan berani, tanpa diam membisu seribu bahasa begitu saja. Karena menurut penulis tidak selayaknya seorang diam terhadap kekeliruan ulama yang salah dalam metode dakwahnya, yang menganggap kebenaran hanya milik dia sendiri, yang mencaci kelompok lain dengan ungkapan-ungkapan yang keji. Semoga saja penulis diberi petunjuk oleh Allah dalam menapaki jalan kebenaran Beliau. Amien.
           
Diakhir acara, panitia menyediakan bingkisan yang diperuntukkan buat tiga orang peserta terbaik selama daurah. Dan alhamdulillah berkat rahmat Allah penulis ditunjuk sebagai salah seorang peserta terbaik tersebut dan berhak mengikuti daurah selanjutnya yang akan diadakan di Jakarta pada bulan Juni yang akan datang. Disamping itu penulis juga mendapat bingkisan berupa satu paket kitab yang terdiri dari satu paket tafsir Ibnu Katsir, kitab Fathul Madjid karangan Muhammad bin Abdul Wahhab, kitab tarekh Al-Rahiq al-Makhtuum, kitab hadist Bulughul Maram, dan kitab Riyaadhu al-Shaalihin karangan Imam Nawawi rahimahullah. Penulis tidak menyangka sama sekali kalau penulis akan mendapat hadiah seperti itu, akan tetapi semuanya penulis terima sembari bersyukur kepada Allah SWT. Pada bulan Juninya penulis kembali dipanggil untuk mengikuti daurah tingkat nasional yang diadakan di Jakarta. Sebenarnya penulis ragu-ragu untuk mengikutinya, namun setelah mendapat izin dari orang tua dan support dari Bang Ashfi (orang yang sangat hobi dengan kajian ke-wahhabi-an) yang pada waktu itu sempat penulis mintai pendapatnya. Dalam daurah tersebut ternyata benar, bahasan-bahasan yang pernah penulis perdebatkan di Padang Panjang dahulu diulang kembali oleh para narasumbernya. Penulis juga sempat mengulangi perdebatan walaupun tidak sekritis waktu di Padang Panjang dahulu. Daurah tersebut berlangsung selama seminggu dan setelah itu penulis tidak langsung balik ke Padang, namun mampir dulu ke kosan teman penulis yang berada di daerah Ciputat. Kemudian setelah itu baru penulis balik ke Padang dengan harapan baru untuk kembali ke Jakarta lagi dalam waktu dekat. InsyaAllah.

Akhir Penungguan
Karena merasa penungguan yang sudah hampir setahun ini tidak akan berakhir, penulis mencoba untuk mencari planning lain yang mungkin saja bisa penulis jalankan dalam waktu dekat ini. Setelah bermusyawarah dengan kedua orangtua, kakak-kakak, dan anggota keluarga penulis yang lainnya dengan berat hati penulis memutuskan untuk meninggalkan kampung halaman pada Bulan Juni tahun 2010 itu. Adapun tujuan penulis adalah untuk mencoba kembali mendaftarkan diri di UIN Syarif Hidayatullah dan Pesantren Darussunnah Jakarta yang dahulu sebenarnya sempat penulis kunjungi dan ikuti tesnya. Keputusan seperti itu terpaksa penulis ambil, karena ketidakyakinan penulis terhadap janji pihak kedubes yang dari bulan-kebulan tidak pernah memberikan informasi pasti perihal keberangkatan. Semoga saja apa yang penulis putuskan ini baik menurut Beliau dan bisa mengantarkan penulis untuk menggapai cita-cita yang telah lama penulis impikan. Amien..!!.
           
Pada tanggal 22 Juni tahun 2010 atau bertepatan dengan 10 Rajab tahun 1431 Hijriah penulispun berangkat lagi ke Jakarta setelah berpamitan dengan orang-orang dekat penulis dan memohon doa kepada mereka semoga perjalanan kali ini merupakan perjalanan yang membuahkan hasil dan bisa penulis jalani secara istiqamah nantinya. Beberapa bulan setelah itu, yakni setelah mengikuti tes UIN Syarif Hidayatullah dan Pesantren Darussunnah Jakarta dengan pertolongan Allah akhirnya penulis secara resmi menjatuhkan pilihan untuk kuliah di dalam negeri saja. Lagian juga kedua tempat yang penulis masuki itu juga secara gratis alias mendapatkan beasiswa penuh sampai 4 tahun lamanya, Alhamdulillah. Penulis hanya bisa berkata mungkin itulah rahasia dan balasan terhadap satu tahun penungguan penulis yang tiada berakhir itu. Setelah mendapatkan kabar kelulusan UIN dan begitu juga Pesantren Darussunnah, visa yang selama ini dijanjikan oleh pihak kedutaanpun keluar. Seluruh calon mahasiswa yang dinyatakan lulus pada tes tahun kemaren itu dipanggil kembali, namun sayang penulis telah mengambil berkas-berkas duluan serta telah memunduran diri sebagai salah seorang yang mendapatkan beasiswa kedubes tersebut. Sebagian orang mengatakan penulis kurang sabar dalam menunggu, namun ini adalah prinsip penulis yang tidak bisa lagi dirombak ulang. Akhirnya 4 dari teman penulis yang berasal dari Padang memutuskan tetap berangkat ke sana, sementara penulis memutuskan untuk melanjutkan kuliah di UIN dan Pesantren Darussunnah yang sudah terlanjur penulis ikuti test sama tawaran beasiswanya. Dan penulis yakin, inilah jalan terbaik yang Allah berikan terhadap penulis, dan mudah-mudahan saja tempat ini nyaman serta bisa mengantarkan penulis menuju cita-cita penulis nantinya..Amien…!!!
The End

1 komentar:

  1. Subhanallah .. semoga pilihannya gak pernah salah ya ka ..
    mau tanya, test di darussunnah kaya gimana yaa ka ? makasii

    BalasHapus

Mohon kritik dan sarannya.!

صاحب الكتابة

Foto saya
Bukittinggi, Agam, Indonesia
Seorang pelajar yang tengah berkontemplasi dalam pencarian jatidiri dan ilmu pengetahuan, walau hingga saat ini ilmu yang dia harapkan terasa masih dangkal dan jauh dari kesempurnaan. Dia lahir pada hari Kamis pagi, tanggal 22 Februari 1990 atau bertepatan dengan 26 Rajab 1410 Hijriah. Diberi nama dengan Yunal Isra bin Syamsul Bahri dan biasa dipanggil dengan sebutan Yunal/Isra/Inal. Pendidikan pertama yang pernah dijalaninya adalah Pendidikan TK pada tahun 1996, kemudian dilanjutkan ke SD 01 Baso dan tamat pada tahun 2002. Setelah itu memutuskan untuk fokus mendalami ilmu-ilmu keislaman di MTI Canduang dan tamat pada tahun 2009. Setahun kemudian ia meneruskan petualangan intelektualnya di program S1 Fakultas Dirasah Islamiyyah UIN Syarif Hidayatullah dan Darus-Sunnah International Institute For Hadith Sciences Jakarta. Berharap semoga bisa menjadi orang yang bermanfaat untuk manusia lain dan diredoi orang tua dan tuhannya, amien.! Fokus kajiannya sekarang "al-Muhaafazhah A'la al-Qadiimi al-Shaalih, wa al-Akhdzu bi al-Jadiidi al-Ashlah".

Terima kasih atas kunjungannya.........!!!!!!

نحمدك اللهم منزل الآيات تبصرة لأولى الألباب ورافع الدلالات عبرة لتزيل بها عن القلوب الحجاب ونشكرك شرعت الحلال والحرام وأنزلت الكتاب وجعلته هدى لكل خير يرام ونصلى ونسلم على سيدنا محمد المؤيد من الله بأجلى النيرات والساطع نوره في أفق الهداية بما يزيح الريب والمدلهمات وعلى آله خير آل وأصحابه ومن لهم مقتف أوموال